Cari Blog Ini

Sabtu, 21 Agustus 2010

MANAJEMEN DIRI MENGGAPAI HIKMAH PUASA

Puasa pada umumnya telah dilaksanakan sejak lama sebelum Nabi Muhammad Saw. menerima wahyu puasa. Bahkan dalam sejarah agama-agama besar, puasa sudah tidak asing lagi dalam tataran syariat mereka. Universalitas puasa bisa dimengerti karena esensi dari puasa itu sendiri bukan "mengerjakan" melainkan "menahan diri", yakni menahan diri dari makan dan minum, tidak melakukan seksualitas di siang hari dan menghindari sikap hewani yang merusak, serta dianjurkan ibadah pada malam harinya karena sesungguhnya bulan Ramadan adalah bulan yang mulia, sumber segala rahmat dan kebaikan. Bagi orang beriman, kerja keras bukanlah suatu tuntutan karena adanya pengawasan dari atasan. Puasa akan mendidik orang tetap bekerja meski tidak diawasi manusia. Belajar untuk berdisiplin dalam segala hal bukan berarti kita menyiksa diri sendiri, namun belajar sabar dan bahagia.
Waktu sangat mulia kedudukannya bagi umat manusia sehingga umat manusia selalu dituntut untuk memperhatikan waktu. Ada sebuah ungkapan yang sering kita dengarkan yang kira-kira seperti ini bunyinya; “Hiduplah di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang menyeberang jalan. Dengan manajemen waktu yang baik selama Ramadhan, diharapkan seseorang menjadi orang yang disiplin, tepat waktu dan menghargai waktu dengan harga yang sangat mahal. Selain itu dengan hati yang bersih, seorang mukmin memulai puasa Ramadhan dan melaksanakan semua amaliyah dengan niat yang ikhlas yaitu mendapatkan ridha Allah swt. semata. Intinya adalah kesabaran bagi orang yang menjalankannya.
Sementara itu, dalam realita kehidupan masyarakat muslim kita akan menjumpai peningkatan anggaran belanja selama bulan Ramadhan melebihi bulan-bulan sebelumnya. Peningkatan itu ’biasanya’ digunakan untuk meningkatkan menu berbuka dan sahur, mempercantik rumah, membeli makanan dan minuman untuk hidangan tamu iedul fitri, ongkos transportasi mudik plus oleh-olehnya, pakaian hari raya dan lain-lain. Dengan demikian, diperlukan manajemen keuangan yang tepat selama bulan Ramadhan.
Puasa ramadhan mengandung nilai-nilai edukatif yang dapat menciptakan keselamatan, kesejahteraan dan kedamaian bagi umat manusia. Dan juga sebagai bulan perjuangan di mana manusia dihadapkan pada perjuangan yang amat besar. Mereka menahan diri dari perbuatan yang biasa diperbuat, selain menahan diri dari "ritual" makan dan minum sebagai kebutuhan primer, sejak fajar sampai terbenam matahari. Bukankah masalah perut (makan dan minum) juga pemicu timbulnya penyakit jiwa?
Selain itu kita dapat mengadaptasi diri kita dengan mereka yang berekonomi lemah yang sering merasakan haus dan lapar, sehingga akan timbul rasa kasih sayang dan ketajaman sosial serta menjadi pengalaman rohani tersendiri. Mungkinkah kasih sayang tidak tumbuh ketika pemandangan itu terjadi di depan mata kita?
Dalam konteks yang paling rendah kehausan dan kelaparan akan berpengaruh pada kepekaan sosial, mengingatkan kita pada kaum fakir miskin sehingga termanifestasi dengan memperbanyak sedekah sebagai rasa solidaritas social. Imbasnya terjembatanilah antara the have dan the have not, di mana pada titik akhirnya akan tercipta SDM yang mempunyai etika dan kepekaan sosial yang tinggi.
Esensi ajaran Islam tidak mengajarkan manusia bersikap masa bodoh terhadap masyarakat lingkungan lebih-lebih terhadap mereka yg hidup kekurangan dan miskin. Secara fisik dengan berpuasa seseorang harus mampu mengendalikan nafsu sekularitas hedonistis egoistis maupun sikap hidup kompetitif konsumtif agar hidup ini senantiasa dihayati sebagai rahmat dan ni’mat dari Allah SWT. Secara psikologis seseorang yg berpuasa Ramadan menyatukan dirinya dalam kondisi penderitaan akibat rasa lapar dan haus yg selama itu lebih banyak diderita oleh fakir miskin yg dalam hidupnya selalu terbelenggu oleh kemiskinan. Kesadaran fitrah manusia saat ini diharapkan mampu membentuk rasa keterikatan jiwa dan moral utk memihak kepada kaum dhuafa fakir miskin. Pendekatan ini harus diartikulasikan pada pola pikir dan pola tindak ke dalam bingkai amal saleh mampu melebur ke dalam pola kehidupan kaum mustadh’afin. Seperti contoh membebaskan budak masyarakat kecil dan golongan lemah yg tertindas dgn membangkitkan ‘harga diri’ dan nilai kemanusiaan. “begitu banyak orang berpuasa tapi yg dihasilkannya hanya rasa lapar dan haus semata-mata.” puasa Ramadan bukan sekadar menahan rasa lapar dan haus menahan nafsu dan keinginan hedonistis melainkan secara esensial mengandung makna penghayatan rohani amat yg dalam yakni ekspresi jiwa dan konsentrasi mental secara utuh dan solid di mana sendi-sendi mental dan jiwa terperas ke dalam fitrah diri meluruskan disiplin pribadi dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUNGA, LILIN dan MULUT

Ada yang mengirim bunga ada yang membakarnya,  Ada yang menyalakan lilin ada yang memadamkannya,  Semuanya tersulut dari mulut kebencian. ...