Mahasiswa adalah kelompok masyarakat
yang sangat unik. Unik karena semua pelajar yang ada di Indonesia hanya
kelompok merekalah yang menyandang status maha. Ditangan mereka pula perubahan
di negeri ini tergenggam. Di dalam diri mereka pengetahuan itu tersimpan.
Tetapi tidak sedikit dari mereka menjadi pengkhianat di negeri ini. Dengan
pengetahuannya mereka mengkhianati kebenaran, keadilan dan kemanusiaan. Di
tangan mereka pengetahuan diperdebatkan. Di tangan mereka para rezim
ditumbangkan. Di tangan mereka juga penindasan dilanggengkan. Di dalam jiwa
mereka keangkuhan terpatri. Tapi diantara semua itu tentunya kita masih punya
harapan. Harapan untuk bangkit, harapan untuk menatap masa depan yang cerah.
Dibawah ini ada beberapa tipologi mahasiswa yang coba diidentifikasi dalam
sebuah seminar wawasan kebangsaan dengan tema “pemuda dan ideologi bangsa” dan diklasifikasikan dalam beberapa
bagian, yaitu:
Pertama,
Mahasiswa ideologis adalah orang yang mempunyai pegangan yang kuat mengenai
jalan kesempurnaan dan dalam setiap aktivitasnya selalu konsisten pada nilai
yang dipegangnya. Pada dasarnya mahasiswa seperti ini [ideologis] sangat
sedikit dalam kampus dan cenderung ditinggalkan oleh temannya yang tidak
sepaham. Mereka biasanya berbagi tugas dalam sebuah gerakan. Mahasiswa
ideologis selalu berbicara masalah kebenaran, keadilan dan kemanusiaan. Mereka
terus memperjuangkan hal itu dan sangat jarang kita akan menemukan mereka
berada dalam penyimpangan antara apa yang dikatakan dan diperbuatnya. Kelompok
mereka ini akan selalu menjadi perdebatan karena kehidupannya menyimpang dari
kehidupan mahasiswa pada umumnya yang lebih banyak diam walaupun nyawanya sudah
mau dicabut dan suka hura-hura.
Kedua, Mahasiswa organisatoris
adalah orang yang berada dalam sebuah organisasi yang selalu berjalan dengan
rutinitas keseharian dan dalam setiap aktivitas keseharian tidak memiliki
tujuan jangka panjang. Pada dasarnya mereka adalah kelompok yang lebih besar
dari kelompok mahasiswa ideologis. Jadi dalam setiap aktivitasnya mereka hanya
ingin menyelesaikan dan memikirkan masalah yang tampak dipermukaan sebagaimana
yang sering dilakukan pemerintah. Mahasiswa seperti ini kecenderungan kuatnya
pada pragmatisme dan individualisme yang hanya memikirkan apa yang akan
diperbuat sekarang dan besok dan apa keuntungannya. Ketika keuntungan bagi
dirinya tidak ada maka kegiatan itu tidak akan berjalan maksimal dan
asal-asalan saja atau tidak ada keikhlasan dalam segala aktivitasnya untuk
orang lain. Untuk memikirkan apa yang harus diperbuat hari ini dan dampaknya
satu tahun atau beberapa tahun kedepannya sangat minim. Dalam kuliahpun mereka hanya
mempelajari apa yang disampaikan sama penceramah yang sangat terikat dari satu
buku [dosen] dan jarang untuk memikirkan secara mendalam dari ceramah yang
didapatkan dari penceramah yang menjadi dogma.
Ketiga, Mahasiswa
penggembira adalah orang yang berada dalam sebuah kampus hanya untuk menjadi
penonton dan penggembira bagi orang lain. Pada dasarnya mereka tidak punya
ideologi yang jelas dan orientasi kehidupan juga yang tidak jelas. Mahasiswa seperti ini tidak mau berpikir
lebih filosofis dan lebih mengikut atau larut dalam realitas sehingga kecenderungannya
pada pragmatisme, hedonisme dan individualisme. Kelompok mahasiswa seperti ini
muncul ketika ada kegiatan yang tingkat aktualisasi individu-individu sangat
tinggi. Misalnya pada saat Ospek dan Bina Akrab atau juga hanya ada pada saat
ada acara makan-makan. Jumlah mereka sangat banyak bahkan merupakan kelompok
dominan dalam kampus. Mereka kurang mau terlibat dalam kegiatan-kegiatan kampus
yang tingkat aktualisasi dirinya sangat rendah [lebih suka hura-hura].
Keempat,
Mahasiswa preman adalah orang-orang yang berlagak seperti jagoan dalah artian
secara fisik dan mereka menganggap diri sebagai orang-orang yang paling
berkuasa dan menjadi sosok menakutkan dalam kampus. Kelompok ini tidak punya
pegangan ideologi yang kuat dan kecenderungannya pula pada pragmatisme. Mereka
biasanya jago ketika berkelompok. Mereka adalah kelompok yang kecil dan selalu
membuat permasalahan. Mereka selalu berjalan atas nama solidaritas kelompok dan
biasa orang menamakannya sebagai solidaritas buta. Mereka biasa ditemui ketika
pada saat-saat ospek, bina akrab dan tawuran untuk aktualisasi diri dan setelah
melakukan “ritual preman” mereka lari dan tidak mempertanggungjawabkan
tindakannya, mereka juga biasa disebut sebagai preman kesiangan. Biasanya
mahasiswa seperti ini susah untuk diajak diskusi dalam menyelesaikan masalah
ketika kebencian dalam dirinya memuncak dan segala permasalahan dengan orang
lain harus diselesaikan dengan kekerasan fisik.
Catatan atas seminar wawasan kebangsaan oleh
KEMASOS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar