Cari Blog Ini

Minggu, 08 Februari 2015

RUMAH

“Rumah adalah tempat kita berangkat dan kembali. Tempat kita berkumpul dan menjadi sebuah keluarga. Tempat kita merancang masa depan.”

Entah sejak kapan kita bertemu dan saling mengenal. Entah sejak kapan pula kita saling menatap dan bercerita tentang diri kita masing-masing sampai bersepakat untuk memilih tinggal dalam sebuah rumah dan menjadi keluarga. Yang jelas bahwa kita tidak memilih tinggal di jalanan atau dibawah kolong jembatan, di emperan toko atau rumah orang, di hutan atau di kesunyian.

Rumah kita tidak dibangun dari kayu, batu, pasir, semen, baja, dan bahan-bahan material lainnya yang mudah hancur seiring dengan perputaran roda zaman. Bukan rumah yang dibangun dengan mengupah orang lain. Bukan rumah yang diterangi lampu-lampu yang mudah padam. Bukan rumah yang dipenuhi oleh rongsokan barang dari pasar.

Tapi, rumah yang fondasinya adalah ajaran dasar samawi. Rumah yang dindingnya adalah keyakinan. Rumah yang atapnya adalah kebijaksanaan. Rumah yang pintunya adalah belajar. Rumah yang jendelanya adalah gagasan. Rumah yang tiangnya adalah sholat. Rumah yang bahan bakar pelitanya adalah ideologi yang terus menyalakannya. Bahan makanannya adalah realitas yang diracik menjadi sebuah tindakan nyata. Rumah yang tamannya adalah akhlak dan kesederhannan. Itulah rumah batin atau rumah psikologi atau rumah jiwa kita.

Di dalamnya kita memulai pelajaran untuk menjadi seorang manusia. Pelajaran tentang cakrawala kehidupan untuk menyambut mentari perubahan. Di dalamnya  kita saling berbagi dan bercerita sampai pada urusan yang pelik. Masih ingatkah ketika kita mulai membuka diri untuk bercerita tentang masa depan dan pilihan hidup? Ingatkah diantara kita ada yang ngambek atau marah-marah atau hanya senyum-senyum saja atau bahkan menangis ketika memikul sebuah tanggungjawab? Bertengkar adalah hal biasa bagi kita. Bertengkar dalam pemikiran untuk saling menguatkan jiwa. Masihkah kita belajar? Masihkah kita berjalan sesuai koridor? Ataukah kita sudah tergilas oleh zaman dengan berbagai macam tawaran kepentingan pragmatis?

Air mata, candaan, kritikan dan segala macamnya menjadi bumbu kehidupan rumah dan keluarga kita. Spirit dan cita-citalah yang terus membawa kita untuk tidak bercerai. Kita tidak menginginkan hidup dibawah gilasan roda sepatu zaman. Kita tidak menginginkan hidup tanpa keyakinan. Kita tidak ingin membanggakan keimanan apalagi tanpa verifikasi praktis. Kita tidak menginginkan gagasan itu mati diam-diam dan membusuk dalam perputaran zaman. Dari rumah kita berangkat untuk memberikan transfusi darah segar bagi kehidupan masa depan. Rumah sebagai tempat kita kembali untuk melepaskan kepenatan dan merasakan kesejukan setelah bergulat dengan panasnya bara api kehidupan sosial.   

Mahja’iy, 06 Februari 2014 pukul 11:35 PM

BUNGA, LILIN dan MULUT

Ada yang mengirim bunga ada yang membakarnya,  Ada yang menyalakan lilin ada yang memadamkannya,  Semuanya tersulut dari mulut kebencian. ...