Dalam
kehidupan sehari-hari kita sering berdiskusi dan mempertanyakan apa sebenarnya
yang menjadi motivasi manusia untuk mencari agama. Banyak hal yang diungkapkan
dan setidaknya menurut saya ada dua hal yang menjadikan motivasi manusia untuk
mencari dan memeluk sebuah agama yaitu:
Pertama, Rasa ingin tahu.
Apa sebenarnya yang ingin diketahui oleh manusia? setidaknya ada beberapa hal
yang menjadi pertanyaan kunci untuk memahami kehidupan manusia di bumi ini
yaitu manusia itu dari mana yang berkaitan dengan asal-usul keberadaannya,
sedang berada di mana yang berkaitan dengan persinggahan manusia dan
kehidupannya di alam materi dan mau kemana yang berkaitan dengan tujuan akhir
dari semua perjalanan yang dilalui oleh manusia. Dan untuk pembahasan asal,
persinggahan, dan akhir perjalanan ini adalah masuk dalam pembahasan
dasar-dasar agama.
Kedua, Hakikat kemanusiaan.
Pada dasarnya manusia memiliki keinginan untuk menyempurna. Sadar atau tidak
sadar, menerima atau menolaknya akan tetapi semua upaya itu diarahkan untuk
mencapai kesempurnaannya sebagai manusia. Dalam pembahasan masalah kesempurnaan
manusia perlu memetakan kembali perbedaan antara tumbuhan, binatang, dan
manusia itu sendiri. Tumbuhan tidak memiliki
ikhtiar untuk menjadi yang lain sehingga arah pergerakannya menjadi
alamiah dan olehnya itu tumbuhan tidak mengarah pada penyempurnaan diri dan
tetap menjadi tumbuhan sebagaimana tumbuhan. Binatang memiliki ikhtiar tetapi
tingkat ikhtiar dan kehendak terbatas pada kebutuhan materi rendah semata dan
tidak bisa masuk dalam wilayah non materi atau spiritual. Manusia sebagai
makhluk yang memiliki kehendak bebas dan ikhtiar mampu melewati batas-batas
material dalam pencarian dan kehidupannya sehingga yang membimbingnya adalah
kesadaran dan akal sehat akan esensi kemanusiaannya untuk sampai pada tingkatan
spiritual yang tinggi.
Dari
dua alasan diatas maka fase perjalanan manusia dalam menyempurnakan
kemanusiaannya bisa terpahami. Selain analisis pandangan diatas, ada beberapa
ayat Al-Qur’an yang bisa dikutip untuk menjelaskan hal ini yaitu QS. Al Ara’af
[7]:179, QS. Al Anfaal [8]:22.
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk
(isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati,
tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya
untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.( QS. Al Ara’af [7]:179)
Dari
ayat diatas bisa dipahami bahwa manusia dituntut untuk mengetahui semua
tanda-tanda baik yang ada di dalam dirinya maupun yang diluar dirinya. Manusia
yang tidak menggunakan daya yang ada dalam dirinya untuk mengetahui dan memahami
segala tanda-tanda dianggap sebagai binatang ternak dan lebih tersesat. Lebih
tersesat karena manusia telah diberi berbagai daya dan manusia tidak
menggunakannya sebagai mana esensi kemanusiaannya yang memiliki kehendak bebas
dan ikhtiar untuk menembus batas-batas dunia material dengan bantuan kesadaran
dan akal sehatnya untuk mencapai pengetahuan itu.
Manusia
telah dianugerahi hati untuk menyaksikan dan merasakan secara batiniah atas
segala fenomena, manusia telah dianugerahi mata untuk melihat semua fenomena
yang terjadi di alam dan manusia memiliki telinga untuk mendengarkan kebenaran
baik secara batiniah maupun lahiriah. Jika saja itu tidak digunakan untuk
“membaca, mendengar, dan memahami” maka manusia sudah tidak memiliki perbedaan
dengan binatang yang hanya menjadikan orientasi kehidupannya pada dunia materi
yang rendah. Manusia yang terjebak pada dunia materi yang sangat rendah tidak
akan pernah memahami kebenaran hakiki. Dan manusia yang tidak memahami
kebenaran hakiki lebih tersesat dari jalan-jalan cahaya dan kebenaran karena
pada dasarnya manusia telah diberi kelebihan dibandingkan dengan binatang
ternak.
Sesungguhnya makhluk bergerak yang
bernyawa yang paling buruk dalam pandangan Allah ialah mereka yang tuli dan
bisu (tidak mendengar dan memahami kebenaran) yaitu orang-orang yang tidak mengerti. (QS. Al Anfaal [8]:22).
Dari
ayat 22 dalam surat al anfaal dapat dipahami pula bahwa manusia lebih buruk
dari pada binatang di hadapan Allah. Apa yang menjadi sebabnya? Jika kita
menelusuri dari ayat diatas dapat diambil pelajaran bahwa mereka yang tuli
mempunyai pendengaran tetapi mengingkari apa yang didengarkan dan mereka yang
bisu yang mempunyai kemampuan memahami tetapi tidak mau memahami adalah lebih
buruk dihadapan Tuhan. Hal ini meniscayakan bahwa manusia yang tidak mau
menerima kebenaran padahal dia memiliki kemampuan untuk menerima secara
totalitas tentang kebenaran itu telah mengingkari kediriannya. Sehingga apa
yang membedakannya dia dengan binatang sudah diingkarinya sendiri. Kehendak dan
ikhtiar yang ada dalam diri manusia sudah tidak ada perbedaannya dengan
kehendak dan ikhtiar yang ada dalam diri binatang.
Dalam
konteks ayat ini manusia akan menjadi lebih buruk karena dia yang telah diberi
anugerah dengan terang-terangan mengingkari segala anugerah itu sehingga
jalannya selalu pada dunia materi yang rendah. Dan ikhtiar itu bukan lagi
diarahkan pada penyempurnaan dirinya menuju cahaya tetapi menuju pada
kegelapan. Konsekuensinya adalah kita akan memahami manusia dengan wajah dan
perilaku kebinatangan yang menjadi dominan dan bahkan lebih buas lagi. Itulah
makhluk yang paling buruk dihadapan Tuhan.
Konsekuensi
logis dalam memahami dua ayat diatas adalah bahwa manusia yang tidak pernah
memberontak bahkan terhadap dirinya sendiri sebenarnya tidak memiliki bentuk
sebagai manusia. Selain itu adalah manusia yang telah mencapai kemajuan
pengetahuan diberbagai hal dalam kehidupan tetapi pengetahuan itu tidak mampu
menembus dirinya sendiri sebenarnya tidak ada gunanya karena tetap melahirkan
manusia tanpa bentuk, manusia tanpa kepala, dan manusia tanpa hati. Karena yang
hadir adalah egoisme dan perilaku kebinatangan yang lebih buas dari
binatang buas. Itulah yang menjadi
pengingkaran manusia akan kediriannya. Kesempurnaan dan agama sebagai pilihan
manusia yang sama-sama membahas tentang balasan dan ketaatan dan berbicara
tentang balasan berarti ada pilihan-pilihan jalan yang diambil oleh manusia
sehingga agama sebagai balasan dalam kehidupan manusia akan menjadi teraktual
secara terarah.
Tamalanrea,
6 Safar 1434 H/20 Desember 2012 M
Pukul 13:26 WITA