Cari Blog Ini

Sabtu, 31 Maret 2012

HURU HARA DEMONSTRASI


Bangsa indonesia khusus selama hampir satu bulan terakhir ini telah dilanda beberapa kerusuhan dalam beberapa demonstrasi yang hampir terjadi diseluruh wilayah yang ada. Benturan fisik telah meluas dan menjadi jalan untuk menyampaikan segala aspirasi agar didengarkan oleh mereka-mereka yang mengambil kebijakan di parlemen dan eksekutif.

Huru-hara atau keributan/kerusuhan/kekacauan [bukan anarkis karena anarkis beda dengan ricuh/ribut/kacau/brutal] telah terbentuk begitu lama dan kembali mencuat kepermukaan akhir-akhir ini di berbagai daerah dalam negara yang namanya indonesia. Dalam beberapa demonstrasi yang terjadi selalu berakhir dengan ricuh, penembakan, dan berbagai macamnya. 

Ada hal yang harus dianalisis bahwa huru-hara tidak terjadi begitu saja tapi ada yang menjadi pemicu. Yang mana kita memahami logika sederhana, setiap akibat pasti punya sebab. Jika huru-hara selalu dilekatkan pada para demonstran maka kita hanya melihat efek dari setiap proses demonstrasi tapi kita tidak pernah melihat masalah dasarnya atau sebabnya. Sebab mahasiswa, masyarakat dan elemen-elemen lain yang melakukan demonstrasi itu adalah karena kebijakan pemerintah dan pemerintah itu sendiri. Selain itu para demonstran juga harus mengevaluasi dari setiap tergetan aksi karena terkadang tujuan aksi dengan metodologi aksi saling bertentangan. Misalnya menolak kenaikan harga BBM dengan menjarah toko serba ada dan membakar mobil perusahaan.    

Ada hal yang menarik dalam setiap proses demonstrasi selama ini adalah kecenderungannya yang disorot adalah aksi yang selalu berakhir dengan ricuh. Kericuhan tidak akan terjadi jika pemerintah mendengarkan apa yang disampaikan oleh para demonstran dengan telinga serta mata hati. Pembentukan opini oleh media dan pemerintah telah menggiring masyarakat banyak pada penumpulan pemikiran dan sifat pengecut atau pecundang kaum intelektual. Banyak aksi demonstrasi secara damai yang tidak terliput oleh media nasional sehingga isu yang dibawa tidak pernah ditanggapi dan berlalu begitu saja.

Dialog, diskusi, seminar, teatrikal, kampanye massa, parlemen jalanan secara damai dan semua bentuk aksi damai tidak terlalu menarik buat media dan pemerintah. Pilihan yang menarik bagi para demonstran adalah aksi dengan setting ricuh. Pernahkah kita berpikir bahwa yang menjadi pemicu huru hara sebenarnya adalah pemerintah itu sendiri [eksekutif, legislatif, yudikatif] tanpa maksud menggeneralisir isu. Huru hara yang diciptakan oleh pemerintah tidak dalam bentuk fisik tapi dalam bentuk kebijakan yang akan selalu diikuti dengan aparat yang akan mengamankan kebijakan itu. Hadirnya aparat [tentara, polisi, preman dll] telah melindungi pemerintah untuk tidak mendengarkan teriakan dan jeritan hati rakyat indonesia yang disampaikan secara damai dan teratur.

Mahasiswa, masyarakat dan elemen-elemen lainnya yang terlibat dalam aksi parlemen jalanan punya potensi untuk terjebak dalam kerusuhan atau kericuhan di dalam aksi itu sendiri. Potensi itu teraktual ketika ada yang memicu atau membuat gerakan tambahan dalam aksi itu sendiri. Saya masih percaya kerusuhan dalam aksi itu sengaja diciptakan untuk merusak semua gerakan yang ada di masyarakat. Tapi siapakah yang menciptakan kerusuhan itu? Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa ada orang-orang yang disusupkan dalam gerakan untuk memancing emosi massa aksi. Intelijen yang disusupkan baik dari mahasiswa itu sendiri, preman, polisi dan tentara bahkan harus tertangkap tangan oleh massa aksi itu sendiri atau dipukuli oleh polisi itu sendiri [tidak semua parlemen jalanan disusupi]. Informasi-informasi intelijen yang tidak akurat dan disampaikan pada badan-bdan yang menangani pertahanan dan keamanan telah menjadi pemicu sehingga memperkeruh suasana di lapangan dalam setiap proses penyampaian aspirasi.

Hadirnya tentara dan polisi yang bersenjata lengkap turut memperkeruh suasana karena massa aksi akan dilihat seperti pengacau atau teroris atau musuh negara dalam kehidupan bernegara sehingga harus disediakan perlengkapan militer untuk mengawal mereka. Militer telah menjadi alat kekuasaan dan diam dalam kezaliman serta melanggengkan penindasan para penguasa. Mereka rela menjaga penguasanya dan menghancurkan pemilik negara itu sendiri yaitu rakyat.

Kembali pada sebab terjadinya huru hara itu sendiri adalah pemerintah dan kebijakannya. Kenapa pemerintah dan kebijakannya dikatakan sebagai pelaku huru hara? Hal ini berangkat dari kenyataan dalam masyarakat bahwa pemerintah dengan wacana menaikkah harga BBM, pencabutan subsidi, komersialisasi sektor-sektor yang berhubungan langsung dengan kehidupan rakyat banyak telah menimbulkan gejolak dalam kehidupan masyarakat sebelum kebijakan itu diberlakukan dengan penuh sehingga model perlawanan diekspresikan dengan berbagai macam pula. Berarti dari kenyataan tersebut kita patut mempertanyakan kembali wacana huru hara yang selalu digemborkan media dan pemerintah. Bukankah dari setiap kebijakan penghapusan, pengurangan dan berbagai macam modelnya yang dihilangkan dari tanggungan negara [hasil pemungutan pajak dari rakyat indonesia] telah menjadi pemicu huru hara itu sendiri dan gejolak dalam masyarakat hanya menjadi efek dari setiap kebijakan yang diambil.

Gejolak dalam masyarakat yang merespon kebijakan secara damai seperti diskusi, seminar dan macam-macamnya yang telah disebutkan tidak terlalu mendapatkan tanggapan yang psoistif dari media, pemerintah dan segala pembantunya. Jadi pilihan untuk mengekspresikan itu semua adalah parlemen jalanan yang tentunya punya potensi tinggi untuk terjadi kericuhan. Dengan parlemen jalanan yang ricuh menjadi jalan yang efektif untuk membangunkan pemerintah dari tidurnya, membukakan telinga mereka, membuka mata hati mereka, membuka mata mereka dan membuka akal mereka supaya mereka untuk berpikir kembali dengan kebijakan penghilangan subsidi dari sektor-sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak. 

Konsekuensi dari semua gejolak yang ada dalam mahasiswa, masyarakat dan elemen-elemen lainnya dengan berbagai macam ekspresi yang dilakukan akan mendapatkan berbagai macam tanggapan juga. Dalam setiap perlemen jalanan baik itu ricuh atau tidak pasti ada sekelompok orang atau masyarakat akan mengeluh dan mengutuk mereka yang sering turun dijalanan untuk menyuarakan penentangan terhadap kebijakan penguasa. Alasan-alasan yang diungkapkan adalah mengganggu ketertiban dan menyebabkan kerugian besar-besaran bagi pemerintah dan masyarakat sebagaimana aparat negara dan media membentuk opini itu. Setidaknya bahwa mereka-mereka telah berjuang dan lebih baik dari pada penguasa dan pembantu-pembantunya yang bebal. Lebih baik dari mereka yang hanya mengutuk dan tidak pernah memberikan solusi selain diam menonton kezaliman yang terjadi. Jadi akar semuanya itu adalah kebijakan dan pemerintah itu sendiri. Kisruh sosial itu sebagai efek dari semua kebijakan serta pengambil kebijakan dan bukan sebagai sebab. Teruslah untuk berjuang.

Tamalanrea, 30 Maret 2012 Pukul 12.54

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUNGA, LILIN dan MULUT

Ada yang mengirim bunga ada yang membakarnya,  Ada yang menyalakan lilin ada yang memadamkannya,  Semuanya tersulut dari mulut kebencian. ...