Cari Blog Ini

Kamis, 23 Mei 2013

MANUSIA ANTI PERADABAN


Kenapa kita menolak peradaban dan perkembangan ilmu pengetahuan?? kemajuan peradaban modern dan perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat akan berhadapan dengan manusia-manusia yang anti kemajuan dan itu terjadi dalam beberapa kelompok masyarakat baik secara terbuka atau terang-terangan. Bahkan boleh jadi diri kita juga secara diam-diam adalah menjadi bagian dari orang yang secara totalitas menolak kemajuan peradaban dan pengetahuan di zaman ini. Penolakan ini justru terjadi dalam dunia kampus yang terus dikampanyekan secara terbuka oleh mereka-mereka yang berlagak  lebih cerdas dari yang lain atau oleh mereka-mereka yang secara gelagat mengklaim diri menjadi penafsir dan pemilik tunggal “kebenaran” yang tanpa melalui mereka orang lain tidak diizinkan untuk berbicara tentang “kebenaran”.

Propaganda manusia-manusia anti peradaban dan kemajuan pengetahuan telah melahirkan manusia-manusia yang hampir tidak memiliki daya kritis alias mandul. Melahirkan manusia-manusia yang secara kejiwaan berjalan diatas keangkungan dan menaruh kebencian terhadap yang lain yang sewaktu-waktu dapat meledak menjadi perang dan melahirkan manusia-manusia yang buta dan tunduk terhadap Propaganda penjajahan. Propaganda ini telah menjadi dogma yang secara turun temurun menjadi hal yang tidak perlu pertanyaan dan jawaban didalamnya. Dan anehnya dogma dan propaganda ini telah diinstitusikan menjadi sebuah organisasi.

Dilarangnya orang-orang untuk mengembangkan daya pikir kritis dan analisis rasional, membaca buku apa saja yang bisa memberikan informasi yang lebih banyak, larangan perlawanan terhadap para penguasa yang zalim, larangan untuk berdiskusi dengan berbagai macam kelompok masyarakat, larangan untuk tidak terlibat aktif dalam berbagai macam organisasi, larangan untuk membeli buku-buku penerbit tertentu, larangan untuk berdiskusi yang dianggap hal-hal sensitif dalam permasalahan agama dan seruan untuk melawan secara fisik orang-orang yang mengembangkan budaya berpikir kritis dan menyerang paham anti peradaban dan kemajuan. Seruan ini di dalam semua dimensi kehidupan kita telah menciptakan manusia-manusia hampa yang tidak punya rasionalitas dan hati nurani. Siapa yang diuntungkan? Tentunya para penjajah.

Kalau masyarakat barat menggunakan logika, filsafat, budaya dan ilmu-ilmu rasional lainnya untuk membangun peradaban dan masuk menjajah masyarakat-masyarakat dunia ketiga dalam semua dimensi kehidupannya, kita masih berdebat dan berkelahi untuk menentukan siapa yang kafir, sesat, bid’ah, murtad, masuk surga atau neraka, halal darahnya, yang mana shahih atau tidak, dapat pahala atau tidak, siapa yang berhak menafsirkan kebenaran tunggal. Itulah yang sering dipropagandakan daripada membicarakan dan bertindak bagaimana membangun peradaban dan pengetahuan yang tidak menentang kebenaran, kemanusiaan dan keadilan yang tentunya dengan menggunakan logika, filsafat, budaya, teknologi dan ilmu-ilmu rasional lainnya sebagaimana mereka menggunakan hal itu untuk menjajah. Ilmu-ilmu itu digunakan dalam seluruh dimensi kehidupan masyarakat tentu sebagai alat untuk melawan penjajahan serta melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk bangkit dan keluar dari dogma, bangun dari tidur panjangnya, dan keluar dari janji-janji pembangunan peradaban dan pengetahuan yang dipropagandakan oleh para penajajah.       

Gerakan manusia-manusia anti peradaban yang muncul dalam kelompok-kelompok kecil sebenarnya merupakan perpanjangan tangan dari para penjajah. Mereka hanya menjadi musuh-musuh kecil bagi setiap mereka yang masih menjunjung tinggi rasionalitas. Ketika masyarakat yang berjalan diatas rasionalitasnya yang ditopang oleh cara berpikir kritis tentunya ini menjadi ancaman bagi para penjajah. Nah, dari hal inilah mereka membutuhkan manusia-manusia yang bisa mewujudkan keinginan-keinginan para penjajah dengan membangun dogma dalam masyarakat yang terus menjadi belenggu untuk membangun peradaban yang sejalan dengan kebenaran, keadilan dan kemanusiaa. Gerakan anti peradaban ini menjadi musuh sebenarnya bagi masyarakat yang mau melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Itulah orang-orang bodoh yang mengaku cerdas, beriman dan merepresentasikan dirinya sebagai wakil masyarakat dan simbolitas kebenaran tunggal yang merusak masyarakat. Secara sadar atau tidak mereka telah menjadi bagian dari para penjajah yang menghancurkan kebenaran, kemanusiaan dan keadilan.

Apa yang kita bisa lakukan? Berdiam diri bukan jawaban karena kita juga akan menjadi bagian dari manusia-manusia anti peradaban. Menerima pandangan mereka secara keseluruhan berarti kita menerima penjajahan yang mereka lakukan. Salah satu hal yang dibangun dari kita adalah tradisi berpikir kritis dan inklusif di generasi muda. Selain itu kemampuan kita menentukan siapa musuh bersama akan mengantarkan kita untuk konsisten dalam perjuangan. Dalam pandangan saya musuh besar kita adalah mereka-mereka yang menjadi aktor tunggal atau pengendali secara keseluruhan dalam setiap propaganda anti peradaban dan kemajuan yang ada. Kita terlalu banyak disibukkan dalam permasalahan kecil yang dikirimkan oleh mereka-mereka yang berkepentingan untuk menjajah yang memalingkan kita untuk mengidentifikasi para penjajah sebenarnya. Sudah menjadi hal umum bahwa setiap kelompok gerakan anti peradaban yang muncul adalah hanyalah menjadi pengacau konsentrasi masyarakat yang membangun tradisi berpikir kritis dan inklusif. Ketika tradisi berpikir kritis dan inklusif dalam masyarakat tidak terus dibangun, maka konsekuensi logisnya adalah kita akan menyaksikan manusia yang terus dibayangi ketakutan dalam kemajuan peradaban, manusia yang tidak punya harapan dan optimisme dalam kehidupan.

BTP, 22   Mei  2013 M/ 12 Rajab 1434 H, Pukul 16:22              

Sabtu, 11 Mei 2013

NAK! UNTUK APA ENGKAU........?


Nak, untuk apa engkau sekolah tinggi
Jika engkau tidak memahami kehidupan
Nak, untuk apa engkau sekolah jauh-jauh
Jika engkau pulang dan berharap jadi PNS
Nak, untuk apa engkau pergi sekolah tiap hari
Jika engkau tidak punya gagasan-gagasan segar
Nak, untuk apa engkau cari gelar sarjana
Jika engkau tak berguna bagi masyarakatmu
Nak, untuk apa engkau mengambil ijazah
Jika engkau mendapatkannya dengan kotor
Nak, untuk apa engkau banyak belajar
Jika engkau tetap jahil
Nak, untuk apa engkau banyak diskusi
Jika engkau tidak mengambil pelajaran didalamnya
Nak, untuk apa engkau cepat selesai sekolah
Jika engkau hanya keluar masuk kerja dipabrik-pabrik
Nak, untuk apa engkau lama selesai
Jika masa depanmu tidak pasti
Nak, untuk apa engkau beli buku
Jika engkau tidak membacanya
Nak, untuk apa engkau banyak baca buku
Jika engkau tidak memahami isi buku
Nak, untuk apa engkau beli alat tulis menulis
Jika engkau tidak menulis
Nak, untuk apa engkau menulis
Jika tulisanmu tidak mewakili kedirianmu
Nak, untuk apa semua sekolahmu
Jika engkau campakkan akalmu
Nak, untuk apa ilmumu
Jika engkau hanya bicara urusan perut dan dibawahnya

Nak!.......
Janganlah engkau jadikan
Sekolah, ilmu dan kedudukanmu
Untuk melawan Tuhan
Untuk melawan kebenaran
Untuk melakukan kezaliman
Untuk menghancurkan kemanusiaan
Untuk merusak sistem kehidupan

Nak......
Junjunglah akalmu..
Sekolahlah, tinggi-tinggi!
Belajarlah, lebih banyak!
Membacalah, apa saja!
Menulislah!
Berbagilah!
Maknai kehidupanmu..
Pastikan masa depanmu..
Jadikan dirimu fajar cemerlang
Dengan profesimu
Dimanapun engkau
Terbanglah tinggi-tinggi
kepakkan sayap-sayapmu
Bebaskan diri dan masyarakatmu..
Dari perbudakan dunia..
Rumah putih, Lakanaha, 3 mei 2013. 21:44 WITA

MATINYA NURANI



Di sudut kampus sebagian orang sibuk berdebat, sibuk berdiskusi, sibuk main domino, sibuk bergosip, sibuk dengan laptop, sibuk dengan twitter, sibuk dengan facebook, sibuk dengan games, sibuk dengan musik, sibuk bercermin, sibuk dengan tugas kuliah dan sibuk dengan segala kesenangan yang ada. Di sudut kota orang sibuk bercengkerama, sibuk dengan mencari uang, sibuk mengurus anak, sibuk mengurus ternak, sibuk mengurus barang dagangan dan lain-lain.

Itukah realita yang telah menggilas manusia hari ini? Kalau jawabannya ya maka bagaimana sikap kita terhadap realita tersebut? Kalau jawabannya, tidak! apa juga yang menjadi pertanggungjawabannya kita terhadap realita tersebut. Tentunya masing-masing orang punya jawaban tersendiri. Terlepas apa jawaban pertanyaan atas realita diatas ada hal yang telah hilang dalam diri kita, diri manusia, diri mahasiswa. 

Realita gerakan hari ini semakin mengkhawatirkan dan tidak konsisten terhadap apa yang diperjuangkan. Mahasiswa [manusia] telah larut dalam kehidupan glamour kehidupan duniawi yang sangat rendah. Mahasiswa [manusia] tidak berani lagi mengambil keputusan untuk melakukan perlawanan terhadap segala realitas yang mapan tapi rapuh. Inikah teori yang dikembangkan oleh pyrho bahwa orang yang tidak mengambil keputusan tidak pernah keliru atau yang dibahasakan oleh milton friedman bahwa kebijakan yang baik adalah tanpa kebijakan.

Nurani kemanusiaan adalah fitrah seorang manusia dimana fitrah adalah keniscayaan yang ada dalam diri setiap manusia karena pada dasarnya manusia diciptakan dengan fitrah yang lurus dan suci. Pertanyaannya masihkah kita menjaga fitrah yang lurus itu? Jawabannya bisa ya dan bisa tidak. Karena penyimpangan terhadap fitrah kemanusiaan kita bisa saja terjadi. Fitrah kita tentang kemanusiaan akan terus diuji seiring berjalannya waktu. Sebagaimana aristoteles membahasakan bahwa untuk mengerti sesuatu manusia harus beralih dari fitrah yang satu ke fitrah yang lain.

Mahasiswa [manusia] sudah tidak lagi bergerak dengan kesucian dari gerakan itu. Mereka bergerak atas dorongan heroisme kacangan, bergerak atas dasar tuntutan birahi penghancuran dan premanisme. Bukankah kita telah melihat dan mempelajari setiap perjalanan peradaban yang dibangun ummat manusia? Sejarah peradaban manusia selalu dibangun diatas penindasan, dibangun diatas darah dan air mata setiap generasi yang lahir di muka bumi ini. Begitupun di indonesia pembangunan dibangun diatas darah dan air mata rakyat banyak. 

Para penguasa dengan partai politiknya telah tertidur lelap, telah menutup mata batinnya, telah menutup telinganya, telah mengikat langkahnya untuk tidak jalan mengunjungi rakyatnya, telah menutup rapat kedua tangannya, telah mengunci rapat mulutnya untuk berbicara dengan rakyatnya. Itu adalah realitas para penguasa bangsa ini. Penguasa yang bajingan dan bebal dan menjadi teroris bagi rakyatnya sendiri. Mereka hanya bekerja untuk mengabdi pada kepentingan kelompok atau golongannya. Mereka terus mempertontonkan hipokrit yang mereka lakukan. Mereka telah memaksakan birahi kekuasaannya untuk terus menindas dan melakukan despotik untuk melanggengkan kekuasaannya.

Para pengusaha [hartawan] telah mengambil banyak keuntungan dalam negeri ini, telah menguasai sumber-sumber kehidupan yang strategis  untuk memenuhi birahi kerakusannya. Mereka telah mengambil dan menguasai banyak sumber kehidupan dengan mengorbankan rakyat banyak. Masih adakah nurani dalam diri mereka? Mereka telah berjalan sebagai mesin penggilas bagi seluruh isi alam semesta. 

Para ulama sibuk dengan akrobat menjual ayat-ayat Illahi yang suci. Mereka telah menutup mata, telah menutup telinga, telah menghentikan langkah untuk melakukan perjalanan dalam membantu hamba-hamba Allah, telah melipat rapi tangannya untuk tidak memberi bantuan kepada ummat. Mereka  telah menutup mulutnya dengan rapat-rapat untuk tidak memberikan perlawanan kepada para penguasa yang zalim. Masih adakah nurani dalam diri mereka?

Ingat bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan terbebas dari kotoran dosa. Makanya setiap manusia dalam setiap zaman dituntuk untuk selalu berjalan diatas kesucian atau fitrah kemanusiaannya. Manusia yang satu hadir tidak untuk menghancurkan mereka yang menyimpang dari fitrah kemanusiaannya tapi hanya mencoba mengingatkan dan mendekatkan kembali pada kesucian itu sebagaimana pertama kali manusia itu dilahirkan dengan keadaan suci. Tidak ada kata pengingkaran terhadap nurani dalam setiap diri manusia. Jika ada pengingkaran nurani maka kita mengingkari fitrah kemanusiaan dan jika kita mengingkari fitrah kemanusiaan maka kita mengingkari Allah. Jika kita mengingkari Allah berarti kita tersesat atau masuk pada kegelapan dan menghindari cahaya yang terang [Allah].

Tamalanrea, Sabtu 5 Mei 2012
                                                                                                                  Pukul 07.13

Kamis, 09 Mei 2013

HILANGNYA USWATUN HASANAH

Setidaknya akhir-akhir ini kita terus menyaksikan adegan-adegan kekerasan, kebencian, tipu menipu dan berbagai macam modelnya yang tidak seharusnya hadir dalam masyarakat kita yang dipertontonkan oleh banyak kalangan. Fenomena Ibu bunuh anak, ayah bunuh ibu dan anak, pertiakaian antar kelompok, ibu dipidanakan oleh anak, anak sekolah membunuh temannya, guru mencabuli muridnya, guru memukul muridnya, orang tua cabuli anaknya, penguasa lakukan penipuan terhadap rakyatnya, dan berbagai macamnya. Fenomena ini hadir hampir disemua lapisan dalam masyarakat kita hingga menimbulkan pertanyaan apa yang hilang dalam masyarakat kita hari ini?

Menarik untuk mencermati fenomena ini, kita berusaha untuk mencari berbagai sebab dan efek yang ada dalam masyarakat kita. Setidaknya kita bisa melihat masih adakah orang-orang yang menjadi suri tauladan yang baik [uswatun hasanah] dalam masyarakat kita yang bisa menjadi contoh laku masyarakat kita? Setidaknya ini adalah salah satu sebab kenapa berbagai masalah muncul berkaitan dengan perilaku manusia dalam masyarakat kita.

Setiap orang dalam kehidupan pasti membutuhkan sosok teladan yang akan menjadi contoh dalam setiap tindakannya. Sosok teladan yang pastinya mempunyai kriteria yang universal yang bisa diikuti oleh semua kalangan dalam masyarakat kita. Teladan yang antara perkataan dan perbuatan sejalan. Bukan teladan yang antara perkataan dan perbuatan yang bertolak belakang atau jauh dari kebenaran. Seseorang yang menjadi teladan dalam masyarakat merupakan berkah bagi masyarakat itu sendiri sehingga pertikaian-pertikaian yang tidak perlu dapat teratasi. Teladan dalam artian uswatun hasanah bukan uswatun saiya’.

Laku masyarakat kita yang kadang liar dan barbar perlu refleksi yang mendalam dari semua kalangan yang ada. Orang-orang yang mengaku pemimpin masyarakat sudah tidak mengarahkan masyarakatnya pada kehidupan yang dinamis dan harmonis. Apakah hal ini juga menjadi akibat kongkalingkong dalam mendapatkan kedudukan sebagai pemimpin masyarakat? Antara masyarakat dan pemimpin tidak bisa saling melengkapi dalam aktivitas sosial yang ada. Masyarakat memiliki kemauan yang lain dan yang mengaku pemimpin memiliki kemauan lain sehingga masing-masing mempertahankan kemauannya dan tidak saling mendengarkan serta memahami. Konsekuensi logis dari keadaan ini adalah menimbulkan kecurigaan-kecurigaan dan ketidak saling percayaan satu sama lain. Ujung dari setiap laku ini adalah benturan antar masyarakat dengan masyarakat dan masyarakat dengan orang yang mengaku pemimpin masyarakat.

Kita coba beralih pada kasus-kasus yang lain. Dalam birokrasi kita susah menemukan orang-orang yang menjadi contoh bagi masyarakatnya. Setidaknya ini adalah mencuatnya beberapa masalah [skandal] kepermukaan yang ada dalam birokrasi kita hari ini. Adegan tipu menipu yang terjadi dalam birokrasi kita sungguh memalukan dan itu terus dipertontonkan dihadapan masyarakat. Tontonan ini mendorong sebagian pihak dalam masyarakat kita untuk melakukan adegan tipu menipu juga tanpa memandang kelas.

Dalam dunia kampus pun kita menyaksikan hal serupa. Kampus yang menjadi gudang kaum intelektual tapi tidak bisa memberikan teladan bagi masyarakatnya. Malah ini menjadi contoh buruk dalam praktek kehidupan bermasyarakat. Kampus menjadi dunia kepura-puraan bagi masyarakat. Masyarakat kampus menjadi menara gading yang tidak bisa diraih dalam artian sangat susah untuk berbaur dengan kehidupan masysarakatnya. Inilah sebagian praktek kehidupan dalam dunia kampus. Dunia kampus telah memberikan contoh perdebatan dan tindakan yang kurang bermanfaat bagi masyarakat. Apa yang dilakonkan oleh kaum intelektualnya adalah menjungkirbalikkan kebenaran, kemanusiaan dan keadilan.

Nah, dari sebagian kondisi diatas kita perlu menyusun kembali agenda pencerahan bagi masyarakat kita dalam semua kalangan. Pencerahan yang tidak lahir dari kepura-puraan dan kebohongan. Pencerahan yang tidak hadir dari kebusukan-kebusukan hati, kelicikan dan kesewenang-wenangan. Tapi pencerahan yang hadir dari hati, ketulusan, kedamaian dan kecintaan kita pada kebenaran, keadilan dan kemanusiaan yang tentunya hadir dengan bahasa hati setiap kaum. Dalam konteks ini kita perlu pada individu-individu dan kelompok-kelompok yang akan menjadi uswatun hasanah bagi masyarakatnya. Uswatun hasanah yang dalam dirinya mengalir cinta dan kasih sayang untuk masyarakatnya. Uswatun hasanah yang lahir dari masyarakat itu sendiri yang dalam dirinya berpadu kebenaran, keadilan dan kemanusiaan. Tentunya juga kita tidak berpikir bahwa hal itu bisa terealisasi sekejap. Karena hal ini adalah sangat sulit untuk dilakukan oleh setiap orang. Uswatun hasanah yang berbicara kualitas kejiwaan yang tinggi untuk menjadi sosok penting bagi setiap individu, kelompok bahkan bagi masyarakat luas. Kriteria yang dimilikinya pun kita harus melihat apakah ada ikatan antara kebenaran dan jiwa yang ada dalam setiap lakunya. Inilah yang kita harapkan hadir dalam setiap kalangan masyarakat kita.

Rumah Putih. Lakanaha, 5 Mei 2013 pukul 17:18 WITA

KHUTBAH KEBENCIAN



Mereka melakukan bid’ah..
Mereka sesat..
Mereka kafir..
Mereka musyrik..
Mereka ikut budayanya orang..
Mereka masuk neraka..
Mereka sudah murtad..
Darah mereka halal untuk ditumpahkan..
Harta mereka halal dijarah..
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering berhadapan dengan berbagai macam pemikiran dan pemikiran itu memaksa kita untuk tetap berpikir dengan kritis. Sebagai seorang manusia yang telah dianugerahi akal, indra dan hati oleh Allah SWT pada saat kita lahir dan itu mempertegas keunggulan kita diatas segala makhluk ciptaan Allah yang lain. Tetapi kita terkadang mengabaikan anugerah yang telah diberikan dan mengunci rapat dengan tidak menggunakannya atau mengabaikannya sebagai karunia yang terbesar dalam setiap diri manusia yang sudah pasti membedakannya dengan makhluk yang lain.
Manusia yang mengunci akalnya, indranya dan hatinya dengan sangat rapat sering kita temukan dalam proses interaksi antara manusia yang satu dengan yang lain. Berbagai permasalahan yang harusnya dijawab secara rasional dan elegan menjadi terabaikan dan yang berlaku adalah justifikasi tanpa dasar atau dengan dasar yang rapuh. Justifikasi ini membawa setiap ummat tidak lagi pada kesatuan tetapi pada kebencian dan perpecahan.
Fenomena penyampaian pesan kebencian dan penyesatan terhadap sesama manusia didalam dan diatas mimbar-mimbar rumah ibadah, dalam majelis-majelis ataupun yang dilakukan diluar rumah ibadah, kalau kita menelusuri lebih jauh sepanjang sejarah peradaban, kita akan menemukan fenomena ini telah terjadi berabad-abad yang lalu dan terus muncul sepanjang zaman. Munculnya justifikasi dan fatwa-fatwa penyesatan semakin banyak menimbulkan pertanyaan dalam tubuh agama islam itu sendiri. Benarkah agama itu membawa pesan kebencian ataukah pesan cinta dan kasih sayang [rahmat] bagi alam semesta?. Kenapa banyak pengkhutbahnya terus menyampaikan pesan kebencian dan penyesatan dalam tubuh mereka sendiri. Ini harus menjadi bahan refleksi mendalam bagi setiap orang yang berkhutbah/ceramah dan orang yang mendengarkannya.  
Ketidakmampuan kita untuk menyusun dan menemukan permasalahan mendasar terhadap sebuah pemikiran adalah menjadi tantangan sekaligus jawaban terhadap pertanyaan dan khutbah kebencian dan penyesatan di dalam dan diatas mimbar itu sendiri atau di forum manapun. Jika setiap manusia menggunakan akal sehatnya maka mereka akan mengetahui sendiri apa sebenarnya yang terjadi dan mana yang layak untuk diikuti. Dan apa yang diikuti oleh seorang manusia pada dasarnya adalah kebenaran yang bisa diterima oleh akal sehat, bukan dogma. Karena dogma telah melumpuhkan dan menghilangkan ciptaan tuhan yang ada dalam diri setiap manusia yaitu akal itu sendiri. Dengan hati yang jernih pula kita akan menerima kebenaran dan fakta-fakta penciptaan yang ada.
Khutbah kebencian dan penyesatan itu kita bisa saksikan terkadang hanya disampaikan pada orang-orang awam yang banyak tidak mengetahui secara mendalam masalah-masalah agama sehingga yang terjadi adalah taklid buta. Sedangkan pada orang-orang yang punya pikiran bebas terkadang tidak diizinkan untuk berdiskusi dengan mereka bahkan dalam pandangannya mereka, orang-orang yang punya pemikiran bebas dipukul saja atau tinggalkan karena tidak pantas berdiskusi dengan mereka. Kalaupun yang punya pemikiran bebas bisa berdiskusi dengan mereka, pasti mereka [yang bebas] akan menggunakan dalil-dalil yang mereka ajukan sendiri untuk menjawab setiap pertanyaan yang ada sehingga bisa terjadi kebuntuan diskusi. Kebuntuan setiap diskusi inilah yang kadang melahirkan justifikasi yang lahir dari fanatisme buta. Pantaskah kita bertaklid buta jika kita masih memiliki akal dan belum meninggalkan dunia yang fana’ ini? Termasuk pengkhianatan terbesar kita terhadap nikmat Tuhan jika kita mengingkari dan meninggalkan akal sehat sebagai salah satu landasan untuk mengikuti segala sesuatu terkhusus dalam permasalahan agama.
Setidaknya dari beberapa pengalaman, kita bisa menemukan hal ini dalam kehidupan dan interaksi kita sehari-hari. Pernah beberapa kali dalam mimbar diskusi yang terjadi adalah interogasi tentang kepribadian dan sistem keyakinan seseorang sehingga apa yang seharusnya menjadi bahan diskusi tidak berjalan dengan baik. Dalam kondisi ini yang hadir adalah justifikasi bahwa merekalah yang paling benar dan yang lain adalah tersesat dan keluar dari konteks islam. Ditempat lain juga dalam khutbah jum’at yang disampaikan adalah pesan justifikasi pada kelompok lain yang salah dalam memahami agama dan seolah-olah dialah yang menjadi pemegang kebenaran agama walaupun itu bertentangan dengan akal sehat, alqur’an dan sejarah peradaban yang ada. Kapan orang-orang melawan ini maka segala vonis kebencian akan keluar dari mulut tanpa hambatan sedikitpun. Dalam aktivitas diskusi yang dibuat orang lain di rumah ibadah terkdang juga harus diusir karena dianggap melanggar hukum-hukum islam. Dalam hal ini ada anggapan bahwa merekalah yang punya otoritas untuk memberikan izin penggunaan rumah ibadah dan apa-apa saja yang boleh dibahas didalamnya. Ketika kita tidak mematuhi hal itu maka mereka menganggap apa yang dibuat di rumah ibadah adalah sebuah kesalahan yang menentang nilai-nilai islam.
Menjadikan diri mereka sebagai otoritas tertinggi penafsir kebenaran dan agama yang tanpa celah dan cacat maka pada dasarnya telah merampas hak-hak Tuhan dan kenabian. Menjadikan mereka sebagai rujukan tunggal maka secara tidak langsung mereka membahasakan bahwa Tuhan telah menunjuk mereka sebagai penafsir tunggal kebenaran. Ketika ini terjadi maka segalanya akan menjadi dogma yang tidak bisa lagi digugat kebenarannya sehingga menjadikan kebenaran terkungkung dan tidak bisa dikenali lagi. Pesan kebencian kepada orang-orang yang menentang dogma yang dihadirkan dalam mimbar-mimbar rumah ibadah atau bukan akan menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Lahirnya pesan kebencian yang meluncur dari mulut tanpa ikatan akan melahirkan banyak pertanyaan bagi orang-orang yang berpikir bebas sehingga dapat membuka kedok dan kebusukan-kebusukan orang-orang yang menebar pesan kebencian terhadap orang lain. Pesan-pesan kebencian yang keluar dari rumah-rumah ibadah atau bukan dapat membuat orang-orang yang berakal menjadi sakit jiwa.
Maka sudah sepantasnya kita menyampaikan pesan yang tidak menguntungkan musuh-musuh ummat dalam hal ini para penjajah. Apa yang dipesankan pada dasarnya membuat mereka terus tertawa dan menikmati hasil dari pesan kebencian sesama ummat yaitu perpecahan. Maka pesan yang harus kita sampaikan adalah persatuan ummat ditengah keterbelakangan dalam berbagai aspek kehidupan. Pesan pengabdian kepada masyarakat untuk melawan para penjajah. Pesan cinta dan kasih sayang kepada setiap manusia tanpa memandang kelas sehingga kehidupan menjadi harmonis.

                                                    Rumah Putih. Lakanaha, 5 Mei 2013. Pukul 22:03 WITA

BUNGA, LILIN dan MULUT

Ada yang mengirim bunga ada yang membakarnya,  Ada yang menyalakan lilin ada yang memadamkannya,  Semuanya tersulut dari mulut kebencian. ...