Cari Blog Ini

Kamis, 22 Maret 2018

BUNGA, LILIN dan MULUT

Ada yang mengirim bunga ada yang membakarnya, Ada yang menyalakan lilin ada yang memadamkannya, Semuanya tersulut dari mulut kebencian.


Kemajemukan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini menjadi sebuah pertaruhan dan terus berlanjut pasca PILKADA di Ibu Kota. Kebencian yang (mungkin) sudah terpendam lama menyeruak dan menampakkan wajahnya kepermukaan. Masyarakat tergiring pada dua arus utama kepentingan. Bukan soal itu yang ingin saya tulis. Tapi tentang karangan bunga dan nyala lilin sampai-sampai manusia diberbagai belahan bumi gaduh. Komentar bermunculan dari berbagai macam kalangan. Hampir tak ada yang menjadi problem solver dan kita lebih banyak menemukan nyinyir dibalas nyinyir.   
Apa yang ditakutkan dari sebuah karangan bunga yang tumbuh menjadi ribuan? Apa yang ditakutkan dari sebatang atau ribuan lilin yang menyala menjelang malam hari? Pertanyaan-pertanyaan ini mesti dijawab dengan konteks dan rentetan peristiwa bukan dengan nyinyir atau kebencian yang terpendam. Karangan bunga dan lilin hanya bagian dari varian gerakan. Boleh jadi masyarakat kita yang tak pernah bersuara dan mengambil sikap diam mulai sadar dan muak dengan kondisi kebangsaan. Muak dengan kekerasan dan intimidasi, fitnah dan kebencian, monopoli tafsir dan realitas kemajemukan.  
Tak ada yang aneh dengan aksi kirim bunga dan menyalakan lilin diberbagai kota. Toh, itu hanyalah varian gerakan pesan kebangkitan masyarakat tanpa kekerasan. Cobalah kita merunut peristiwa-peristiwa pembubaran kegiatan bedah buku, seminar, diskusi, lapakan buku, pelarangan perayaan hari-hari besar keagamaan, pengusiran komunitas tertentu dari rumah-rumah ibadah. Atau marilah kita menengok kampanye pengkafiran terhadap komunitas tertentu melalui surat edaran yang dipaksakan dengan stempel pemerintah. Apakah mereka yang melakukan perlawanan atau pemadaman nyala lilin itu sama dengan jaringan atau komunitas yang melakukan pembubaran kegiatan-kegiatan lain? Jika iya, maka hemat saya perlu waspada dan mengorganisir diri sedini mungkin.
Nyinyir, kebencian dan fitnah yang terus diproduksi menjalar seperti api yang membakar sesama anak bangsa. Entah sampai kapan api itu akan menjalar dan membakar dan siapa yang akan memadamkannya. Ada mulut-mulut yang mengirimkan tangan-tangannya untuk merampas dan membakar bunga-bunga yang mekar atau untuk memadamkan lilin-lilin yang mulai menyala. Apalagi perilaku ini (seolah-olah) didukung oleh aparat negara dan organisasi-organisasi yang memonopoli tafsir atas kebenaran agama. 


Jakarta, 15 Mei 2017 ; Pukul 02:59 WIB                 


ABU ZARR AL GHIFARI

Abu Zarr al Ghifari atau Jundub bin Janadah adalah salah seorang sahabat
Nabi. Sebelum masuk Islam, ia telah menyembah Tuhan yang satu
sebagaimana informasi yang ada. Ketika sampai kepadanya berita tentang
Nabi Muhammad Saw, ia mengirim saudaranya ke Makkah untuk
memastikannya.
Terdapat dua riwayat berbeda yang menjelaskan tentang pertemuannya
dengan Nabi Muhammad. Pertama, ia bertemu Nabi Muhammad dan Abu
Bakar di Kakbah. Kedua, Ia bertemu dengan Ali bin Abi Thalib dan
membawanya secara rahasia kepada Nabi. Pertemuan itu mengantarkan ia
beriman kepada Nabi. Dalam catatan ensiklopedia ini, ia disebut sebagai
orang kelima (ada yang menyebutnya keempat) yang beriman kepada Nabi
Saw.
Setelah pertemuan itu, Abu Zarr kembali dan menetap di kampung
halamannya. Pasca peristiwa perang Khandaq ia kembali ke Madinah pada
tahun ke 5 H (627 M). Setelah itu, ia hidup di Syam sampai Utsman
mengasingkannya akibat protes yang dilancarkannya kepada Muawiyah. Ia
mengasingkan diri di Rabadzah sampai wafat pada tahun 31 atau 32 H/652
atau 653 M.
Abu Zarr dikatakan mirip dengan Al Masih serta sangat masyhur dengan
ketawadhuan, kezuhudan. Ia sangat bertakwa dan menyukai pengetahuan.
Ibnu Mas’ud menyebutnya sebagai individu yang sangat mendalam
pengetahuan agamanya. Ibnu Mas’ud telah menukil sebanyak 281 hadis dan
Syaikhani 31 hadis yang berasal dari Abu Zarr.
Referensi utama artikel tentang Abu Zarr dalam Ensiklopedia ini adalah
berasal dari catatan Ibnu Qutaibah, Al Ya’qubi, Al Mas’udi, Ibn Abdil Barr,
Ibnu Al Atsir, An Nawawy, Adz Dzahabi, Ibn Hajar, Sprenger serta kitab
Tahdzib at Tahdzib.
Jakarta, 14 Maret 2018
Reviewer : Usman Saleh La Ede

BUNGA, LILIN dan MULUT

Ada yang mengirim bunga ada yang membakarnya,  Ada yang menyalakan lilin ada yang memadamkannya,  Semuanya tersulut dari mulut kebencian. ...