Cari Blog Ini

Rabu, 13 April 2011

Untukmu Para Pengkader

"Jikalau raga diciptakan untuk menyongsong kematian,
maka kematian di ujung pedang di jalan Allah
jauh lebih baik dan mulia ketimbang mati di atas ranjang. (Imam Hasan)"

Pengkaderan sebagai proses transformasi nilai-nilai Ilahiah yang suci dan sangat mulia yang dipahami didalam sebuah kehidupan sangatlah penting karena akan membawa dampak jangka panjang bagi kehidupan seseorang. Sedangkan dalam artian jangka pendeknya pengkaderan sebagai proses regenerasi disebuah lembaga..

Pengkaderan di lembaga kemahasiswaan yang seharusnya menjadi ajang untuk menyampaikan spirit perjuangan Illahiah dalam menyempurna serta dalam melawan segala bentuk penindasan, tapi justru disalahgunakan menjadi ajang untuk hura-hura, kekerasan, doktrin yang tidak menyehatkan (baca: menyesatkan) bagi orang-orang yang mengikutinya.

Setidaknya inilah kondisi yang masih terjadi di fakultas ekonomi unhas walaupun sudah berkurang tetapi terus dipertahankan oleh para pengkader musiman yang tidak jelas apa inti dari perbuatannya. Untuk itulah para pengkader harus evaluasi diri didalam melakukan aktivitasnya terhadap orang lain. Pengkaderan sebagai kerja-kerja kenabian sebagaimana yang ditunjukkan oleh semua nabi yang pernah ada dimuka bumi ini yang hanya mengajak manusia pada kebaikan dan kebenaran serta perlawanan terhadap segala bentuk pembodohan yang ada dalam masyarakat..

Para pengkader harus ingat bahwa apa yang mereka telah sampaikan kepada orang lain dan harus mampu dipertanggungjawabkan kepada individu yang dikader, masyarakat umum maupun Tuhan bagi orang-orang yang masih beragama. Pengetahuan itu adalah milik Tuhan dan harus disampaikan bagi kebaikan umat untuk digunakan sebagai perlawanan terhadap aktivitas yang betentangan dengan nilai-nilai Illahiah. Pengetahuan dan kecerdasan yang pernah para pengkader tunjukkan kepada teman-temannya, adik-adiknya harus mampu dipertanggungjawabkan karena jangan sampai pengetahuan itu hanya menjadi sebatas konsep yang tidak pernah dijalankan dan hanya menjadi sampah dalam kepala. Ketika dia menjadi sampah maka tentunya akan busuk sendiri dan tidak berguna lagi.

Isi kepala (Baca: pengetahuan) para pengkader seharusnya lebih kuat dan terus di isi ternyata hanya musiman dan inilah para pengkader musiman yang sangat pragmatis, oportunis (Baca: aktualisasi diri supaya dikatakan cerdas) dan tidak punya orientasi yang jelas dan tentunya hasilnya akan menyesatkan karena pengkader itu sendiri tidak paham apa yang dia sampaikan kepada orang lain. Maka lahirlah para binaannya seperti kelompok ternak yang tidak tahu apa tujuan dari semua rangkaian aktivitas yang mereka lakukan.

Oleh karena itu para pengkader harus memperhatikan dan menjawab banyak pertanyaan: kenapa harus ada pengkaderan?, kenapa pengkaderan sangat lama? Kenapa para pengkader dalam kehidupan sehari-hari hampir tidak sejalan dengan apa yang di dakwahkannya? Kenapa banyak para pengkader di luar kampus mengingkari nilai-nilai pengkaderan yang pernah dijalani bersama? Kenapa banyak para pengkader yang jarang banyak buku? Mereka menyuruh demo tapi mereka sendiri yang tidak menjalankan? idealisme pengkaderan hilang pasca kampus dan menjadi berkompromi dengan keadaan. Inilah sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh seorang pengkader. Pengkaderan bukanlah ketundukan dan kepatuhan pada senior, tapi pengkaderan adalah ketundukan pada nilai-nilai Ilahiah. 

Munculnya pertanyaan-pertanyaan diatas mengindikasikan kita tidak mampu memahami nilai-nilai atau filosofi dan kekuatan ikatan moral yang dibangun dalam lembaga dan komunitas pengkaderan. Karena dalam menjalani pengkaderan para pengkader pasti punya liku-liku ditengah godaan dunia materi yang sangat menggila, antara mementingkan pacar atau pasangan hidup, antara mementingkan orang tua walaupun tidak benar, dan mementingkan perjuangan membebaskan masyarakat dari penindasan dan penyesatan pemikiran hanya untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Perlu dipahami bahwa proses yang begitu panjang dalam pengkaderan menjadikan kita untuk memahami gerak kehidupan yang begitu dalam karena perjuangan. Olehnya itu belajarlah untuk mencintai kehidupan dan perjuangan pembebasan serta pencerahan masyarakat, niscaya hidup akan menjadi lebih hidup.

Kepemimpinan Transformatif


Penguasa adalah pelindung dan rakyat adalah pengikutnya. Ia harus menolong dan menyelamatkan mereka tidak mengeksploitasi dan merusak mereka. Apakah penguasa untuk pelindung rakyat atau rakyat pelindung bagi penguasa??

Ketidakjelasan kondisi kepemimpinan yang akan berpihak terhadap kepentingan masyarakat luas di bangsa ini dan terjadinya kekosongan akan namanya keadilan dan kejujuran didalam kepemimpinan yang terus mewarnai perjalanan berbagai aturan dan sistem hukum yang diberlakukan di Indonesia. Mulai dari ORBA (Orde Baru/Orde Bandit) berkuasa, yang telah menjadi penyebab awal dan mendasar bagi terjadinya krisis pemimpin dan kepemimpinan sampai hari ini. Krisis kepemimpinan di bangsa ini menyangkut sulitnya kita menemukan para pemimpin, terkhusus lagi pada pemimpin formal, yang telah diberi amanah kepemimpinan publik melalui sistem dan proses politik/rekrutmen pemimpin dalam hal ini pemilu, yang mampu dan mau berpikir dan berbuat demi kepentingan kebenaran dan penegakan keadilan bagi seluruh rakyat.

Segala kegagalan pemimpin dan kepemimpinan hingga hari ini justru lebih disebabkan karena para pemimpin telah terperangkap dalam ketidakmampuannya memperlakukan orang lain sebagaimana memperlakukan dirinya sendiri (egois). kepemimpinan yang dibangun sampai hari ini kepemimpinan yang berjarak antara para pemimpin/penguasa dengan rakyatnya. Dalam hal ini, para pemimpin bangsa ini baik pusat maupun daerah beranggapan, bahwa kedekatan dirinya sebagai pemimpin dengan rakyat adalah sesuatu yang akan mengganggu pemenuhan kepentingannya, kecuali segelintir tim suksesnya.

Fenomena wajah kepemimpinan bangsa Indonesia sampai hari ini, membuat para pemangku jabatan dalam hal ini pemimpin/penguasa yang sedang berkuasa cenderung untuk terus mempertahankan kekuasaan yang telah diraihnya dengan segala cara walaupun ia telah gagal dalam membangun masyarakatnya.  Sementara, para elit pemilik modal ekonomi, sosial dan politik yang belum berkuasa, berebutan untuk menjadi penguasa, juga dengan menghalalkan segala cara (Misalnya Abu Rizal Bakrie).

Para pemimpin bangsa Indonesia hari ini sudah tidak mampu untuk keluar dari lingkaran ego diri menuju lingkaran-lingkaran altruisme terus berkembang meluas secara dinamis (ego semesta). Dalam konteks ke Indonesiaan kita terus menyaksikan perkembangan sosial ekonomi masyarakat yang bergerak ke arah lebih buruk dan terus lebih buruk dari masa ke masa. Dan akhirnya, nyaris semua orang menjadi egois, dengan hanya memikirkan keselamatan diri mereka sendiri belaka (lihatlah beberapa fenomena masyarakat yang ada di pinggiran ataupun “masyarakat pinggiran” yang ada ditengah-tengah kota).

Tantangan masa depan kita semua (mahasiswa) sebagai masyarakat yang jauh dari kekuasaan formal saat ini adalah bagaimana kita melakukan transformasi paradigma kepemimpinan yang sangat egois saat ini menjadi kepemimpinan yang memiliki kelapangan dada untuk berjuang untuk kepentingan masyarakat yang dipimpinnya (kepemimpinan transformatif). Bukanlah sekedar menjadi pemimpin yang hanya membutuhkan “kepatuhan bodoh” dari masyarakatnya, yang sangat cepat tersinggung, dan mengeluh kepada masyarakat serta merasa di zalimi saat kritik dialamatkan pada kepemimpinannya yang picik (Rezim SBY-Boediono). 

Untuk itu, masyarakat sekarang, dan hari-hari besok butuh figur kepemimpinan transformatif yang menguasai masalah secara lintas disiplin dan sektor, dengan segala krisis yang hari ini masih eksis di dalamnya. Meminjam bahasanya Marya Kash dalam Kepemimpinan Loyalitas Dan manajemen “pemimpin harus rela menjadi pendengar yang baik, kreatif dan produktif terhadap berbagai aspirasi, kritik dan keluh-kesah rakyatnya”. Untuk kemudian, dapat dianalisis secara cermat, kritis, jujur dan dirumuskan menjadi sebuah sistem dan kebijakan bagi terbangunnya manajemen perubahan ke arah positif. Perubahan ini pertama-tama tentu menyangkut mindset masyarakat di semua lapisannya, terutama di lapisan elitenya, yang lebih banyak muatan negatifnya. Ketika kehadiran sosok kepemimpinan yang transformatif tidak ada, Maka kemakmuran dan keadilan hanya bagi para penguasa, yang memperkaya diri dengan cara-cara yang salah, dan nista. Sementara masyarakat umum akan terus terjebak dalam kemelaratan dan penderitaan yang berkepanjangan Maka kita dalam jangka panjang butuh sebuah revolusi, walaupun kondisi hari ini tampak semakin jauh saja kemungkinan akan terjadinya.

Mencari Model Manajemen Indonesia


Manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan untuk mencapai sesuatu (hal yang menjadi tujuan) secara efektif dan efisien. Manajemen sebagai sebuah pengetahuan atau ilmu tentunya punya ruang lingkup atau batasan yang jelas sehingga dalam pengaplikasiannya dapat teraplikasikan dengan benar dan baik. Banyak orang telah mendefenisikan tentang manajemen itu sendiri tetapi tentunya harus juga melihat dalam konteks apa pengetahuan tentang manajemen itu digunakan. Kontekstualisasi ilmu atau pengetahuan tentang manajemen akan membawa teori manajemen itu dapat diaplikasikan dengan tepat. Polemik yang terjadi sekarang adalah teori manajemen yang dilahirkan oleh negara-negara barat khususnya Amerika dan Eropa serta negara-negara Asia khususnya Jepang dengan Cina punya kontekstualisasi tersendiri sehingga dapat diimplementasikan dengan benar. Bagaimana dengan Indonesia?     

Kalau melihat indonesia sendiri dengan semua fakta yang ada di lapangan tentunya kita akan melihat sejauh mana ilmu atau pengetahuan tentang manajemen yang di adopsi dari luar dan diterapkan di dalam negeri ini. Pertanyaan yang muncul adalah: apakah teori manajemen yang diadopsi dari luar bisa dipraktekan di semua lini kehidupan di Indonesia? Padahal Indonesia adalah negara dengan berbagai macam kultur yang berbeda dan punya pendekatan tersendiri. Manajemen seharusnya sebagai sebuah ilmu yang tidak kaku tetapi dinamis sehingga dapat diimplemenatasikan sesuai dengan kondisi di mana akan diterapkan.

Ilmu atau pengetahuan tentang Manajemen selalu menekankan pada aspek proses, fungsi fundamental dari manajemen, arah dari proses yang ada, serta unsur-unsur yang menopang ilmu atau pengetahuan manajemen. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu manajemen tidak terlepas dari empat hal di atas yang menjadikannya sebagai sebuah ilmu yang mudah untuk diterapkan sesuai dengan kondisi yang ada.

Ilmu manajemen yang diterapkan di negara-negara barat, dan timur (Jepang dan Cina) tentunya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ilmu manajemen di negara-negara barat mempunyai kelebihan, diantaranya; efisiensi, disiplin, sadar akan waktu serta penghormatan pada inisiatif individu dan tentunya punya kelemahan di mana manusia diperlakukan seperti mesin, masyarakatnya yang konsumtif. Sedangkan ilmu manajemen yang diterapkan di negara-negara asia dalam hal ini Jepang dan Cina. Ilmu manajemen di Cina memiliki kelebihan pada memegang teguh janji, ulet, tekun, hormat dan solidaritas kelompok. Sedangkan kekurangannya adalah kikir, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, tertutup dan terlalu materialistis. Konsep manajemen yang diterapkan di Jepang memiliki kelebihan sebagai berikut; solidaritas terhadap kelompok perusahaan sangat tinggi, dedikasi, kesetiaan, disiplin diri, nasionalisme yang sangat tinggi, penghormatan terhadap yang lebih senior. Kekurangannya adalah opportunities, binatang ekonomi, sangat tertutup dan agak angkuh.

Keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh manajemen barat maupun timur yang dipaparkan diatas tentunya harus dievaluasi ulang karena kondisi tahun 1979 ketika keunggulan dan kelemahan itu dipaparkan tentunya berbeda dengan kondisi yang ada sekarang. Pada kondisi kekinian, semua negara telah membuka akses perdagangan internasional seluas-luanya dan globalisasi telah menjadi sebuah keniscayaan dan meniscayakan pula globalisasi ilmu pengetahuan dalam hal ini manajemen, maka secara otomatis tidak ada lagi ilmu manajemen yang tertutupi dan semua orang bisa mengetahui bagaimana mereka (Eropa Barat dan Jepang serta China) mengelola organisasi dari yang terkecil pun sampai pada yang lebih besar sesuai dengan prinsip manajemen yang mereka miliki.

Semua organisasi dari yang kecil sampai organisasi yang besar, sudah sebuah keniscayaan menerapkan efisiensi, kedisiplinan, nasionalisme, efektivitas, solidaritas dan penghargaan terhadap individu sebagai manusia. Ini adalah hal yang sangat fundamental dan diterapkan di organisasi manapun terlepas dari kelemahan yang ada karena tergantung dari kodisi yang ada. Terlebih lagi bahwa orientasi dari berdirinya perusahaan sebagai organisasi profit adalah untuk mencari keuntungan yang banyak. Prinsip materialisme dengan mengejar keuntungan yang banyak dengan modal sedikit adalah sudah menjadi ciri organisasi profit yang ada. Terlebih lagi kalau melihat bagaimana di instansi pemerintahan menerapkan manajemen adalah kita akan menemukan orientasi material yang dijalankan.

Kalau melirik konsep manajemen yang diterapkan di Indonesia, maka kita akan melihat realitas yang ada dilapangan, karena segala fakta yang ada di lapangan tentunya tidak terlepas dari konsep yang dibangun dan dipahami oleh orang-orang yang menjalankan roda organisasi itu sendiri. Inilah fakta dengan teori yang ada yang akan membedakannya dengan negara lain. Indonesia belum menemukan konsep yang ideal tentang manajemen untuk mengelola institusiya.

Carut marutnya institusi yang terbesar sampai pada institusi yang terkecil pun, dari  instansi negara yang tidak mengutamakan keuntungan material sampai pada perusahaan yang mengutamakan keuntungan material, itu menunjukkan bahwa konsep manajemen yang diadopsi dari Cina, Jepang ataupun Amerika dan Eropa barat dan dijalankan oleh organisasi di Indonesia akan sangat bermasalah. Kenapa hal ini bisa terjadi? Indonesia sebagai sebuah negara yang dibangun di atas berbagai macam suku bangsa tentu manusianya punya banyak macam karakter, dan budaya yang punya pendekatan berbeda untuk mengelolanya. Di sinilah tantangannya ilmu manajemen, apakah mampu menjawab permasalahan-permasalahan yang ada.

Panjangnya birokrasi yang ada di Indonesia menunjukkan bagaimana rumitnya Ilmu manajemen yang diterapkan. Seharusnya dengan hadirnya ilmu manajemen maka pekerjaan manusia akan semakin terarah dan tidak menyulitkannya dengan hadirnya ilmu manajemen. Sebagi contoh; bencana alam yang terjadi di Indonesia yang akan ditangani memiliki prosedur yang panjang sehingga sangat rumit dalam menanganinya. Administrasi kampus yang diurus walaupun sudah mengunakan model sistem pengendalian manajemen tapi itu sangat rumit. Artinya dengan model manajemen yang ada dan diadopsi itu sangat merumitkan kerja manusia itu sendiri yang seharusnya dengan kehadiran ilmu manajemen semakin mempermudah pekerjaan manusia.

Walaupun unsur-unsur manajemen bersifat universal, tetapi di dalam aplikasi kita harus memperhatikan kondisi yang ada. Implementasi dari unsur-unsur manajemen itu di dalam suatu aktivitas yang dijalankan akan dipengaruhi oleh budaya manusianya. Kalau melihat bagaimana organisasi modern dijalankan dengan model manajemen yang ada kita akan melihat hubungan manusia dengan manusia akan menjadi hubungan yang sifatnya mekanik dan hanya berhubungan pada wilayah perencanaan. Tetapi kalau melihat masyarakat indonesia hubungan yang ada di dalam organisasi adalah hubungan organik dan tidak terikat pada wilayah perencanaan saja. Manusia Indonesia tentunya punya ciri khas yaitu bertahan di dalam organisasi yang sifatnya organik bukan pada organisasi yang ikatanya adalah ikatan mekanik dan material. Manusia di dalam organisasi akan berhubungan juga sesuai dengan posisinya.

Terlepas dari ikatan-ikatan tadi, sebagian masyarakat Indonesia sudah beralih pada ikatan material dan sangat individualis dan akhirnya juga terjebak pada fokus penyelesaian tugas masing-masing dan inilah yang menjadi titik ikatan material dan mekanik yang dibangun diorganisasi yang ada di Indonesia. Selain itu kita akan melihat bagaimana sebenarnya budaya organisasi yang dibangun di Indonesia. Indonesia yang sangat popular dengan budaya tradisionalnya, misalnya, musyawarah, ikatan kekerabatan, kerukunan, dan hierarkis. Ini juga menjadi faktor terpenting yang harus dijaga untuk melepaskan manusia Indonesia dari ikatan-ikatan material dan mekanik.

Ada hal yang sebenarnya tidak pernah dilihat dalam pengelolaan organisasi adalah piagam madinah. Di situ akan diperlihatkan bagaimana nabi Muhammad SAW menjadi pemimpin negara dengan berbagai macam suku atau kabilah yang ada dan menyatukan mereka untuk mencapai tujuan negara yang madani. Menurut saya, kalau melihat hal itu sebenarnya bisa menjadikannya rujukan untuk merumuskan sebuah teori manajemen yang bisa diterapkan di Indonesia yang multikultural.

Dari penjelasan semua di atas, saya akan mengambil kesimpulan bahwa; manajemen sebagai sebuah ilmu tidaklah kaku atau statis tetapi manajemen adalah ilmu yang dinamis dengan prinsip-prinsip yang universal. Implementasi ilmu Manajemen di Indonesia tentunya akan berbeda dengan implementasi ilmu manajemen yang ada di Cina, Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa barat dan di sninilah dinamisnya ilmu manajemen. Selain itu dengan prinsip manajemen organisasi akan menerapkan dua strategi yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Indonesia masih terjebak pada strategi jangka pendek dalam menjalankan atau mengimplementasikan ilmu manajemen, contohnya adalah strategi pembangunan yang sifatnya hanya jangka pendek tanpa merencanakan apa yang terjadi di masa yang akan datang.

BUNGA, LILIN dan MULUT

Ada yang mengirim bunga ada yang membakarnya,  Ada yang menyalakan lilin ada yang memadamkannya,  Semuanya tersulut dari mulut kebencian. ...