Cari Blog Ini

Kamis, 09 Mei 2013

HILANGNYA USWATUN HASANAH

Setidaknya akhir-akhir ini kita terus menyaksikan adegan-adegan kekerasan, kebencian, tipu menipu dan berbagai macam modelnya yang tidak seharusnya hadir dalam masyarakat kita yang dipertontonkan oleh banyak kalangan. Fenomena Ibu bunuh anak, ayah bunuh ibu dan anak, pertiakaian antar kelompok, ibu dipidanakan oleh anak, anak sekolah membunuh temannya, guru mencabuli muridnya, guru memukul muridnya, orang tua cabuli anaknya, penguasa lakukan penipuan terhadap rakyatnya, dan berbagai macamnya. Fenomena ini hadir hampir disemua lapisan dalam masyarakat kita hingga menimbulkan pertanyaan apa yang hilang dalam masyarakat kita hari ini?

Menarik untuk mencermati fenomena ini, kita berusaha untuk mencari berbagai sebab dan efek yang ada dalam masyarakat kita. Setidaknya kita bisa melihat masih adakah orang-orang yang menjadi suri tauladan yang baik [uswatun hasanah] dalam masyarakat kita yang bisa menjadi contoh laku masyarakat kita? Setidaknya ini adalah salah satu sebab kenapa berbagai masalah muncul berkaitan dengan perilaku manusia dalam masyarakat kita.

Setiap orang dalam kehidupan pasti membutuhkan sosok teladan yang akan menjadi contoh dalam setiap tindakannya. Sosok teladan yang pastinya mempunyai kriteria yang universal yang bisa diikuti oleh semua kalangan dalam masyarakat kita. Teladan yang antara perkataan dan perbuatan sejalan. Bukan teladan yang antara perkataan dan perbuatan yang bertolak belakang atau jauh dari kebenaran. Seseorang yang menjadi teladan dalam masyarakat merupakan berkah bagi masyarakat itu sendiri sehingga pertikaian-pertikaian yang tidak perlu dapat teratasi. Teladan dalam artian uswatun hasanah bukan uswatun saiya’.

Laku masyarakat kita yang kadang liar dan barbar perlu refleksi yang mendalam dari semua kalangan yang ada. Orang-orang yang mengaku pemimpin masyarakat sudah tidak mengarahkan masyarakatnya pada kehidupan yang dinamis dan harmonis. Apakah hal ini juga menjadi akibat kongkalingkong dalam mendapatkan kedudukan sebagai pemimpin masyarakat? Antara masyarakat dan pemimpin tidak bisa saling melengkapi dalam aktivitas sosial yang ada. Masyarakat memiliki kemauan yang lain dan yang mengaku pemimpin memiliki kemauan lain sehingga masing-masing mempertahankan kemauannya dan tidak saling mendengarkan serta memahami. Konsekuensi logis dari keadaan ini adalah menimbulkan kecurigaan-kecurigaan dan ketidak saling percayaan satu sama lain. Ujung dari setiap laku ini adalah benturan antar masyarakat dengan masyarakat dan masyarakat dengan orang yang mengaku pemimpin masyarakat.

Kita coba beralih pada kasus-kasus yang lain. Dalam birokrasi kita susah menemukan orang-orang yang menjadi contoh bagi masyarakatnya. Setidaknya ini adalah mencuatnya beberapa masalah [skandal] kepermukaan yang ada dalam birokrasi kita hari ini. Adegan tipu menipu yang terjadi dalam birokrasi kita sungguh memalukan dan itu terus dipertontonkan dihadapan masyarakat. Tontonan ini mendorong sebagian pihak dalam masyarakat kita untuk melakukan adegan tipu menipu juga tanpa memandang kelas.

Dalam dunia kampus pun kita menyaksikan hal serupa. Kampus yang menjadi gudang kaum intelektual tapi tidak bisa memberikan teladan bagi masyarakatnya. Malah ini menjadi contoh buruk dalam praktek kehidupan bermasyarakat. Kampus menjadi dunia kepura-puraan bagi masyarakat. Masyarakat kampus menjadi menara gading yang tidak bisa diraih dalam artian sangat susah untuk berbaur dengan kehidupan masysarakatnya. Inilah sebagian praktek kehidupan dalam dunia kampus. Dunia kampus telah memberikan contoh perdebatan dan tindakan yang kurang bermanfaat bagi masyarakat. Apa yang dilakonkan oleh kaum intelektualnya adalah menjungkirbalikkan kebenaran, kemanusiaan dan keadilan.

Nah, dari sebagian kondisi diatas kita perlu menyusun kembali agenda pencerahan bagi masyarakat kita dalam semua kalangan. Pencerahan yang tidak lahir dari kepura-puraan dan kebohongan. Pencerahan yang tidak hadir dari kebusukan-kebusukan hati, kelicikan dan kesewenang-wenangan. Tapi pencerahan yang hadir dari hati, ketulusan, kedamaian dan kecintaan kita pada kebenaran, keadilan dan kemanusiaan yang tentunya hadir dengan bahasa hati setiap kaum. Dalam konteks ini kita perlu pada individu-individu dan kelompok-kelompok yang akan menjadi uswatun hasanah bagi masyarakatnya. Uswatun hasanah yang dalam dirinya mengalir cinta dan kasih sayang untuk masyarakatnya. Uswatun hasanah yang lahir dari masyarakat itu sendiri yang dalam dirinya berpadu kebenaran, keadilan dan kemanusiaan. Tentunya juga kita tidak berpikir bahwa hal itu bisa terealisasi sekejap. Karena hal ini adalah sangat sulit untuk dilakukan oleh setiap orang. Uswatun hasanah yang berbicara kualitas kejiwaan yang tinggi untuk menjadi sosok penting bagi setiap individu, kelompok bahkan bagi masyarakat luas. Kriteria yang dimilikinya pun kita harus melihat apakah ada ikatan antara kebenaran dan jiwa yang ada dalam setiap lakunya. Inilah yang kita harapkan hadir dalam setiap kalangan masyarakat kita.

Rumah Putih. Lakanaha, 5 Mei 2013 pukul 17:18 WITA

2 komentar:

  1. kaka' usman ji :)
    btw, ada yang lupaki' jelaskan, apa itu "uswatun saiya'"?

    BalasHapus
  2. hehehe...
    uswatun saiya itu suri tauladan yang buruk..
    jadi dia berbicara perilaku yang tidak layak untuk dijadikan contoh..

    BalasHapus

BUNGA, LILIN dan MULUT

Ada yang mengirim bunga ada yang membakarnya,  Ada yang menyalakan lilin ada yang memadamkannya,  Semuanya tersulut dari mulut kebencian. ...