Cari Blog Ini

Kamis, 09 Mei 2013

KHUTBAH KEBENCIAN



Mereka melakukan bid’ah..
Mereka sesat..
Mereka kafir..
Mereka musyrik..
Mereka ikut budayanya orang..
Mereka masuk neraka..
Mereka sudah murtad..
Darah mereka halal untuk ditumpahkan..
Harta mereka halal dijarah..
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering berhadapan dengan berbagai macam pemikiran dan pemikiran itu memaksa kita untuk tetap berpikir dengan kritis. Sebagai seorang manusia yang telah dianugerahi akal, indra dan hati oleh Allah SWT pada saat kita lahir dan itu mempertegas keunggulan kita diatas segala makhluk ciptaan Allah yang lain. Tetapi kita terkadang mengabaikan anugerah yang telah diberikan dan mengunci rapat dengan tidak menggunakannya atau mengabaikannya sebagai karunia yang terbesar dalam setiap diri manusia yang sudah pasti membedakannya dengan makhluk yang lain.
Manusia yang mengunci akalnya, indranya dan hatinya dengan sangat rapat sering kita temukan dalam proses interaksi antara manusia yang satu dengan yang lain. Berbagai permasalahan yang harusnya dijawab secara rasional dan elegan menjadi terabaikan dan yang berlaku adalah justifikasi tanpa dasar atau dengan dasar yang rapuh. Justifikasi ini membawa setiap ummat tidak lagi pada kesatuan tetapi pada kebencian dan perpecahan.
Fenomena penyampaian pesan kebencian dan penyesatan terhadap sesama manusia didalam dan diatas mimbar-mimbar rumah ibadah, dalam majelis-majelis ataupun yang dilakukan diluar rumah ibadah, kalau kita menelusuri lebih jauh sepanjang sejarah peradaban, kita akan menemukan fenomena ini telah terjadi berabad-abad yang lalu dan terus muncul sepanjang zaman. Munculnya justifikasi dan fatwa-fatwa penyesatan semakin banyak menimbulkan pertanyaan dalam tubuh agama islam itu sendiri. Benarkah agama itu membawa pesan kebencian ataukah pesan cinta dan kasih sayang [rahmat] bagi alam semesta?. Kenapa banyak pengkhutbahnya terus menyampaikan pesan kebencian dan penyesatan dalam tubuh mereka sendiri. Ini harus menjadi bahan refleksi mendalam bagi setiap orang yang berkhutbah/ceramah dan orang yang mendengarkannya.  
Ketidakmampuan kita untuk menyusun dan menemukan permasalahan mendasar terhadap sebuah pemikiran adalah menjadi tantangan sekaligus jawaban terhadap pertanyaan dan khutbah kebencian dan penyesatan di dalam dan diatas mimbar itu sendiri atau di forum manapun. Jika setiap manusia menggunakan akal sehatnya maka mereka akan mengetahui sendiri apa sebenarnya yang terjadi dan mana yang layak untuk diikuti. Dan apa yang diikuti oleh seorang manusia pada dasarnya adalah kebenaran yang bisa diterima oleh akal sehat, bukan dogma. Karena dogma telah melumpuhkan dan menghilangkan ciptaan tuhan yang ada dalam diri setiap manusia yaitu akal itu sendiri. Dengan hati yang jernih pula kita akan menerima kebenaran dan fakta-fakta penciptaan yang ada.
Khutbah kebencian dan penyesatan itu kita bisa saksikan terkadang hanya disampaikan pada orang-orang awam yang banyak tidak mengetahui secara mendalam masalah-masalah agama sehingga yang terjadi adalah taklid buta. Sedangkan pada orang-orang yang punya pikiran bebas terkadang tidak diizinkan untuk berdiskusi dengan mereka bahkan dalam pandangannya mereka, orang-orang yang punya pemikiran bebas dipukul saja atau tinggalkan karena tidak pantas berdiskusi dengan mereka. Kalaupun yang punya pemikiran bebas bisa berdiskusi dengan mereka, pasti mereka [yang bebas] akan menggunakan dalil-dalil yang mereka ajukan sendiri untuk menjawab setiap pertanyaan yang ada sehingga bisa terjadi kebuntuan diskusi. Kebuntuan setiap diskusi inilah yang kadang melahirkan justifikasi yang lahir dari fanatisme buta. Pantaskah kita bertaklid buta jika kita masih memiliki akal dan belum meninggalkan dunia yang fana’ ini? Termasuk pengkhianatan terbesar kita terhadap nikmat Tuhan jika kita mengingkari dan meninggalkan akal sehat sebagai salah satu landasan untuk mengikuti segala sesuatu terkhusus dalam permasalahan agama.
Setidaknya dari beberapa pengalaman, kita bisa menemukan hal ini dalam kehidupan dan interaksi kita sehari-hari. Pernah beberapa kali dalam mimbar diskusi yang terjadi adalah interogasi tentang kepribadian dan sistem keyakinan seseorang sehingga apa yang seharusnya menjadi bahan diskusi tidak berjalan dengan baik. Dalam kondisi ini yang hadir adalah justifikasi bahwa merekalah yang paling benar dan yang lain adalah tersesat dan keluar dari konteks islam. Ditempat lain juga dalam khutbah jum’at yang disampaikan adalah pesan justifikasi pada kelompok lain yang salah dalam memahami agama dan seolah-olah dialah yang menjadi pemegang kebenaran agama walaupun itu bertentangan dengan akal sehat, alqur’an dan sejarah peradaban yang ada. Kapan orang-orang melawan ini maka segala vonis kebencian akan keluar dari mulut tanpa hambatan sedikitpun. Dalam aktivitas diskusi yang dibuat orang lain di rumah ibadah terkdang juga harus diusir karena dianggap melanggar hukum-hukum islam. Dalam hal ini ada anggapan bahwa merekalah yang punya otoritas untuk memberikan izin penggunaan rumah ibadah dan apa-apa saja yang boleh dibahas didalamnya. Ketika kita tidak mematuhi hal itu maka mereka menganggap apa yang dibuat di rumah ibadah adalah sebuah kesalahan yang menentang nilai-nilai islam.
Menjadikan diri mereka sebagai otoritas tertinggi penafsir kebenaran dan agama yang tanpa celah dan cacat maka pada dasarnya telah merampas hak-hak Tuhan dan kenabian. Menjadikan mereka sebagai rujukan tunggal maka secara tidak langsung mereka membahasakan bahwa Tuhan telah menunjuk mereka sebagai penafsir tunggal kebenaran. Ketika ini terjadi maka segalanya akan menjadi dogma yang tidak bisa lagi digugat kebenarannya sehingga menjadikan kebenaran terkungkung dan tidak bisa dikenali lagi. Pesan kebencian kepada orang-orang yang menentang dogma yang dihadirkan dalam mimbar-mimbar rumah ibadah atau bukan akan menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Lahirnya pesan kebencian yang meluncur dari mulut tanpa ikatan akan melahirkan banyak pertanyaan bagi orang-orang yang berpikir bebas sehingga dapat membuka kedok dan kebusukan-kebusukan orang-orang yang menebar pesan kebencian terhadap orang lain. Pesan-pesan kebencian yang keluar dari rumah-rumah ibadah atau bukan dapat membuat orang-orang yang berakal menjadi sakit jiwa.
Maka sudah sepantasnya kita menyampaikan pesan yang tidak menguntungkan musuh-musuh ummat dalam hal ini para penjajah. Apa yang dipesankan pada dasarnya membuat mereka terus tertawa dan menikmati hasil dari pesan kebencian sesama ummat yaitu perpecahan. Maka pesan yang harus kita sampaikan adalah persatuan ummat ditengah keterbelakangan dalam berbagai aspek kehidupan. Pesan pengabdian kepada masyarakat untuk melawan para penjajah. Pesan cinta dan kasih sayang kepada setiap manusia tanpa memandang kelas sehingga kehidupan menjadi harmonis.

                                                    Rumah Putih. Lakanaha, 5 Mei 2013. Pukul 22:03 WITA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BUNGA, LILIN dan MULUT

Ada yang mengirim bunga ada yang membakarnya,  Ada yang menyalakan lilin ada yang memadamkannya,  Semuanya tersulut dari mulut kebencian. ...