Di sudut kampus sebagian
orang sibuk berdebat, sibuk berdiskusi, sibuk main domino, sibuk bergosip,
sibuk dengan laptop, sibuk dengan twitter, sibuk dengan facebook, sibuk dengan
games, sibuk dengan musik, sibuk bercermin, sibuk dengan tugas kuliah dan sibuk
dengan segala kesenangan yang ada. Di sudut kota orang sibuk bercengkerama,
sibuk dengan mencari uang, sibuk mengurus anak, sibuk mengurus ternak, sibuk
mengurus barang dagangan dan lain-lain.
Itukah realita yang
telah menggilas manusia hari ini? Kalau jawabannya ya maka bagaimana sikap kita
terhadap realita tersebut? Kalau jawabannya, tidak! apa juga yang menjadi
pertanggungjawabannya kita terhadap realita tersebut. Tentunya masing-masing
orang punya jawaban tersendiri. Terlepas apa jawaban pertanyaan atas realita
diatas ada hal yang telah hilang dalam diri kita, diri manusia, diri mahasiswa.
Realita gerakan hari
ini semakin mengkhawatirkan dan tidak konsisten terhadap apa yang
diperjuangkan. Mahasiswa [manusia] telah larut dalam kehidupan glamour
kehidupan duniawi yang sangat rendah. Mahasiswa [manusia] tidak berani lagi
mengambil keputusan untuk melakukan perlawanan terhadap segala realitas yang
mapan tapi rapuh. Inikah teori yang dikembangkan oleh pyrho bahwa orang yang
tidak mengambil keputusan tidak pernah keliru atau yang dibahasakan oleh milton
friedman bahwa kebijakan yang baik adalah tanpa kebijakan.
Nurani kemanusiaan
adalah fitrah seorang manusia dimana fitrah adalah keniscayaan yang ada dalam
diri setiap manusia karena pada dasarnya manusia diciptakan dengan fitrah yang
lurus dan suci. Pertanyaannya masihkah kita menjaga fitrah yang lurus itu?
Jawabannya bisa ya dan bisa tidak. Karena penyimpangan terhadap fitrah
kemanusiaan kita bisa saja terjadi. Fitrah kita tentang kemanusiaan akan terus
diuji seiring berjalannya waktu. Sebagaimana aristoteles membahasakan bahwa
untuk mengerti sesuatu manusia harus beralih dari fitrah yang satu ke fitrah
yang lain.
Mahasiswa [manusia] sudah
tidak lagi bergerak dengan kesucian dari gerakan itu. Mereka bergerak atas
dorongan heroisme kacangan, bergerak atas dasar tuntutan birahi penghancuran
dan premanisme. Bukankah kita telah melihat dan mempelajari setiap perjalanan
peradaban yang dibangun ummat manusia? Sejarah peradaban manusia selalu
dibangun diatas penindasan, dibangun diatas darah dan air mata setiap generasi
yang lahir di muka bumi ini. Begitupun di indonesia pembangunan dibangun diatas
darah dan air mata rakyat banyak.
Para penguasa dengan
partai politiknya telah tertidur lelap, telah menutup mata batinnya, telah
menutup telinganya, telah mengikat langkahnya untuk tidak jalan mengunjungi rakyatnya,
telah menutup rapat kedua tangannya, telah mengunci rapat mulutnya untuk
berbicara dengan rakyatnya. Itu adalah realitas para penguasa bangsa ini.
Penguasa yang bajingan dan bebal dan menjadi teroris bagi rakyatnya sendiri. Mereka
hanya bekerja untuk mengabdi pada kepentingan kelompok atau golongannya. Mereka
terus mempertontonkan hipokrit yang mereka lakukan. Mereka telah memaksakan
birahi kekuasaannya untuk terus menindas dan melakukan despotik untuk
melanggengkan kekuasaannya.
Para pengusaha
[hartawan] telah mengambil banyak keuntungan dalam negeri ini, telah menguasai
sumber-sumber kehidupan yang strategis untuk memenuhi birahi kerakusannya. Mereka
telah mengambil dan menguasai banyak sumber kehidupan dengan mengorbankan
rakyat banyak. Masih adakah nurani dalam diri mereka? Mereka telah berjalan
sebagai mesin penggilas bagi seluruh isi alam semesta.
Para ulama sibuk dengan
akrobat menjual ayat-ayat Illahi yang suci. Mereka telah menutup mata, telah
menutup telinga, telah menghentikan langkah untuk melakukan perjalanan dalam
membantu hamba-hamba Allah, telah melipat rapi tangannya untuk tidak memberi
bantuan kepada ummat. Mereka telah menutup
mulutnya dengan rapat-rapat untuk tidak memberikan perlawanan kepada para
penguasa yang zalim. Masih adakah nurani dalam diri mereka?
Ingat bahwa setiap
manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan terbebas dari kotoran dosa. Makanya
setiap manusia dalam setiap zaman dituntuk untuk selalu berjalan diatas
kesucian atau fitrah kemanusiaannya. Manusia yang satu hadir tidak untuk
menghancurkan mereka yang menyimpang dari fitrah kemanusiaannya tapi hanya
mencoba mengingatkan dan mendekatkan kembali pada kesucian itu sebagaimana
pertama kali manusia itu dilahirkan dengan keadaan suci. Tidak ada kata
pengingkaran terhadap nurani dalam setiap diri manusia. Jika ada pengingkaran
nurani maka kita mengingkari fitrah kemanusiaan dan jika kita mengingkari
fitrah kemanusiaan maka kita mengingkari Allah. Jika kita mengingkari Allah
berarti kita tersesat atau masuk pada kegelapan dan menghindari cahaya yang
terang [Allah].
Tamalanrea,
Sabtu 5 Mei 2012
Pukul 07.13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar